JAKARTA – Memasuki panen raya jagung bulan April – Mei 2025, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) bersama Perum Bulog dan stakeholders terkait menyatakan komitmennya untuk menyerap hasil panen petani sebagai Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa dalam Rakor Percepatan Pengadaan Cadangan Jagung Pemerintah (CJP), Selasa (15/4/2025) mengatakan penyerapan CJP akan dimaksimalkan di masa panen raya, termasuk di NTB. Hal ini karena jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang berperan penting dalam rantai pasok pangan, khususnya untuk sektor pakan ternak dan industri pangan olahan.
"Jadi tujuan kita adalah memastikan kondisi di hulu nyaman, di tengah nyaman, dan di hilir juga nyaman," ujarnya saat membuka Rakor.
Diketahui per tanggal 14 April 2025 CJP yang ada di Perum Bulog mencapai 107 ton, dengan rincian 91 ribu ton PSO dan 16 ribu ton Komersil. Adapun rata-rata nasional harga jagung pipilan kering di tingkat petani sebesar Rp4.831/kg, masih di bawah harga acuan yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.
Bupati Sumbawa Syafruddin Jarot yang hadir secara langsung menyepakati bahwa kondisi ini lebih dikarenakan kurangnya kemampuan petani dalam mengolah kadar air jagung sesuai dengan standar yang dipersyaratkan sehingga belum bisa mencapai Rp5.500/kg. Menurutnya secara umum petani hanya sanggup memproduksi jagung dengan kadar air 17 persen, karena hanya mengandalkan penjemuran bukan dryer.
"Sepulang dari sini nanti saya juga akan mendorong para petani untuk bisa memaksimalkan pengeringan jagungnya untuk menekan pertumbuhan aflatoksin, sehingga harganya punya bisa semakin mendekati rafaksi HAP," ujar Syarifuddin.
Di sisi lain NFA mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi dan Kabupaten/Kota juga untuk memanfaatkan anggaran Biaya Tak Terduga (BTT) untuk meringankan biaya transportasi dari daerah sentra ke wilayah konsumen. Hal ini dilakukan untuk menekan harga pembelian jagung di tingkat peternak dan produsen pakan ternak.
“Kami minta kepada para gubernur dan bupati agar bisa mengalokasikan BTT untuk membantu biaya distribusi, itu salah satu metode yang cukup jitu, berapa pun besarannya, pasti akan sangat bermanfaat bagi para petani dan pelaku usaha lainnya,” imbuh Ketut.
Melalui sinergi dengan Perum Bulog, BUMN pangan, serta pelaku usaha pakan dan peternakan, NFA optimis dapat melebihi target penyerapan hingga 10% dari produksi wilayah NTB dari yang sebelumnya ditetapkan 78.000 ton. Sebagaimana diketahui perkirakan produksi jagung NTB periode ini mencapai 1,4 hingga 1,7 juta ton, khususnya dari Kabupaten Bima, Dompu, dan Sumbawa.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan baik dari sisi petani, peternak, pengolah, maupun pedagang dan pelaku usaha transportasi. Hal ini dianggap penting mengingat permasalahan jagung pada saat ini lebih kepada faktor distribusi dan logistik ketimbang sisi produksi.
“Ketersediaan jagung yang cukup dan harga yang stabil akan memberikan dampak langsung terhadap sektor peternakan dan industri, serta mendukung upaya pengendalian inflasi pangan nasional,” ujar Arief.
Selanjutnya NFA akan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan kegiatan ini berjalan lancar antara lain melalui kebijakan optimalisasi pemanfaatan tol laut dan pemanfaatan anggaran BTT.
Rakor turut dihadiri KSP, Kemenko Pangan, Kemendagri, Kemenkeu, Kementan, Kemenhub, BGN, Perum Bulog, GPMT, PT Seger Agro Nusantara, PT Gorontalo Pangan Lestari, Pinsar, Pinsar PPN, Pejagindo, PLN, serta Koperasi Peternak Lampung, Kendal, dan Blitar.