JAKARTA, (ETODAY) - Institute for Develompment of Economics and Finance (Indef) mengatakan, selisih subsidi energi pada Pertamina (Perseroan) semakin melebar. Ini bertambah dengan naiknya minyak mentah dunia yang menembus di level US$70 per barel.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan, harga BBM yang dijual PT Pertamina (Persero) sudah tidak ekonomis. Dalam website BPH Migas sudah bisa dihitung harga Premium, Solar, Pertamax dan lainnya seharusnya sudah mengalami kenaikan.
"Dalam web BPH kita bisa hitung harga BBM dengan formula nilai tukar Rupiah dan asumsi harga minyak dunia. Kemarin kita masukan kurs Rp13.200 dan brent US$70 per barel. Harusnya kekeonomian Premium Rp8.925, minyak tanah Rp7.592, Solar Rp9.058. Secara keekonomian sudah di atas (harga sekarang)," kata Eko, Kamis (25/1/2018).
Menurut Eko, kenaikan harga minyak yang melambung memang dari sisi APBN menguntungkan karena penerimaan negara bisa meningkat dari ekspor yang meningkat. Akan tetapi, masyarakat jusru bisa buntung karena banyak produk yang meningkat.
"Nah seharusnya kan Premium Rp8.900 tapi masih dijual Rp6.550. Jadi ada gap. Nah itu yang akan membuat subsidi energi membengkak," tuturnya.