• Gaya Hidup

Bongkar Kejanggalan Proyek Blast Fumace Complex, Komisaris Krakatau Steel Mundur

| Selasa, 23/07/2019 17:56 WIB
Bongkar Kejanggalan Proyek Blast Fumace Complex, Komisaris Krakatau Steel Mundur Roy Edison Maningkas

Jakarta, Etoday.com - Maju kena, mundur kena. Ungkapan itu beberapa kali diutarakan oleh Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Roy Edison Maningkas untuk menggambarkan adanya ketidakberesan dalam Project Blast Fumace Complex di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Roy mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk mengambil solusi atas adanya masalah dalam Project Blast Fumace Complex. Ia pun akhirnya mengajukan surat kepada Kementerian BUMN terkait dissenting opinion Project Blast Fumace dan sekaligus permohonan pengunduran diri sebagai Komisaris Independen PT Krakatau Steel.

"Ini saya lakukan untuk mendapatkan perhatian dari kementerian BUMN agar Negara tidak dirugikan. Tapi dissenting opinion saya direspon secara negatif oleh Kementerian BUMN," tegas Roy kepada wartawan di Media Center Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Ia membeberkan, Project Blast Fumace Complex bak buah simalakama, apakah harus dipaksakan jalan, atau dihentikan. Proyek ini, kata Roy, membengkak sebesar Rp3 triliun dan dipaksakan jalan meski ada problem besar dibelakangnya.

Kata Roy, persiapan operasi Project Blast Fumace PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dimulai sejak tahun 2011. Dan Saat ini sedang dimulai beroperasi, PT Krakatau Steel (PT KS) yang sudah mengeluarkan uang sekitar USD 714 juta atau setara Rp10 triliun. Artinya terjadi over-run atau membengkak Rp3 triliun, dari rencana semula Rp7 triliun.

"Dewan komisaris sudah berkali-kali memberikan surat kepada direksi PT KS dan kementerian BUMN yang isinya adalah mengingatkan dan bahkan meminta seluruh pihak termasuk kepada Kementerian BUMN terkait proyek Blast Fumace ini," jelasnya.

Ada lima poin yang diingatkan tersebut. Pertama, bahwa keterlambatan penyelesaian Project Blast Fumace yang sudah mencapai 72 bulan.

Kedua, harga pokok produksi (HPP) slab yang dihasilkan Project Blast Fumace lebih mahal USD 82/ton jika dibanding harga pasar. Jika produksi 1,1 juta ton per tahun, potensi kerugian PT Krakatatau Steel sekitar Rp1,3 triIiun per tahun.

Ketiga, beroperasinya Blast Fumace terlihat sangat dipaksakan hanya untuk dua bulan, kemudian akan dimatikan dengan alasan jangan sampai menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Klaim dari kontraktor Blast Fumace dari “MCC CERI” (Capital Engineering and Research Incorporation Limited), padahal bahan baku hanya tersedia dua bulan.

Padahal, jelas Roy, kontraktor sendiri bersama-sama dengan PT KS sudah 3 kali melakukan amandemen untuk penguluran waktu.

"Ketika hal ni saya konfirmasi kepada Deputi BUMN, beliau tidak tau sama sekali bahwa beroperasi hanya untuk dua bulan setelahnya distop," bener Roy.

Keempat, Dewan Komisaris sudah meminta berkali-kali agar dilakukan audit bisnis maupun audit teknologi untuk mengetahui kehandalan, keamanan, dan efisiensi Project Blast Fumace ini. "Tapi hingga saat ini tidak dilakukan tuh," katanya.

Kelima, tidak ada kepastian siapa-siapa yang bertanggung jawab terhadap proyek ini, baik tanggung jawab teknis maupun kerugian keuangan. Pernyataan tanggung jawab hanya dibuat oleh level manager dari kontraktor.

"Pengujian Blast Fumace dipaksakan untuk selesai dalam dua bulan agar dapat diterima PT Krakatau Steel, padahal begitu banyak item yang harus diuji kehandalan dan keamanan, tidak mungkin hanya diuji dalam dua bulan, padahal dalam kontrak minimai 6 bulan pengujian," tegas Roy.

Dengan pertimbangan-pertimbangan itulah, Roy akhirnya mengajukan surat pengunduran diri kepada Kementerian BUMN, sekaligus dissenting _ opinion Project Blast Fumace.

Roy mengatakan, sebenarnya permohonan pengunduran dirinya bukanlah untuk konsumsi publik, tetapi prosedur korporasi biasa.

"Tetapi, berhubung respon Kementerian BUMN yang negatif dengan dissenting opinion, saya anggap tidak proporsional. Yaitu menerima permohonan pengunduran diri saya tanpa menyinggung substansi dissenting opinion hanya dijawab melalui WA (whats up), padahal posisi saya sebagai komisaris independen adalah menjaga kepentingan pemegang saham merah putih dan pemegang saham publik sebagai pemegang saham perseroan," tuntas Roy Edison Maningkas.