Katakini.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen (IHK) pada September 2020 deflasi 0,05 persen. Ini jadi Deflasi ketiga kalinya secara beruntun sejak Juli 2020.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai deflasi yang berkepanjangan berbahaya bagi ekonomi.
"Deflasi yang berkelanjutan bisa mengarah pada indikasi adanya depresi ekonomi. kita tidak sedang menghadapi resesi tapi depresi," ujar Bhima.
Resesi ekonomi didefinisikan sebagai kondisi dimana pertumbuhan ekonomi minus dua kuartal beruntun. Adapun depresi ekonomi adalah resesi yang terjadi selama dua tahun atau lebih.
Bhima mengatakan, depresi ekonomi pernah terjadi pada 1930. Saat itu, banyak negara yang mengalami deflasi.
"Kalau kita lihat 1930 ketika terjadi depresi, indikasi global nya adalah adanya deflasi di banyak negara,"bebernya.
Ekonom CORE, Piter Abdullah menilai deflasi sejauh ini masih wajar. Deflasi terjadi karena permintaan pasar (demand) rendah sementara stok barang (supply) cukup banyak, sehingga mendorong adanya penurunan harga.
"Demand yang rendah diakibatkan menurunnya daya beli di kelompok masyarakat bawah. Sementara di sisi lain masyarakat menengah atas masih menahan konsumsi akibat wabah," ucapnya.