• News

KPK Ingatkan MA Soal Sosialisasi Perma Pemindanaan

Tim Cek Fakta | Selasa, 06/10/2020 22:19 WIB
KPK Ingatkan MA Soal Sosialisasi Perma Pemindanaan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

Katakini.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan Mahkamah Agung (MA) untuk menyosialisasikan Peraturan MA (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK berharap melalui Perma itu tidak ada lagi disparitas hukuman terhadap pelaku korupsi terutama yang melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.

"KPK mendorong agar Perma dimaksud segera di sosialisasikan kepada para hakim baik tingkat pertama, banding, kasasi dan tentu juga Peninjauan Kembali (PK)," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (6/10/2020).

Perma ini dinilai penting sebagai standarisasi pemidanaan koruptor. Terlebih saat ini masih terdapat 38 terpidana korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan belum diputus MA.

Dari 38 terpidana korupsi yang permohonan PK-nya belum diputus MA, terdapat sejumlah koruptor yang dihukum berdasarkan Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor.

Beberapa di antaranya, tiga terpidana kasus korupsi proyek e-KTP, yakni mantan Ketua DPR Setya Novanto; Dirut PT Quadra Solution; Anang Sugiana, Made Oka Masagung. Selain itu terdapat nama mantan Kakorlantas Djoko Susilo yang menjadi terpidana korupsi proyek simulator SIM; serta mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang menjadi terpidana perkara korupsi Bank Century, Budi Mulya.

Sementara, sejak 2019 hingga saat ini, terdapat 23 terpidana korupsi yang hukumannya dikurangi MA melalui putusan PK.
Teranyar, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.

Dalam amar putusannya Majelis PK MA menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap terpidana kasus korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang dan tindak pidana pencucian uang tersebut. Dengan demikian, hukuman Anas berkurang 6 tahun dibanding putusan Kasasi yang menghukumnya 14 tahun penjara.

Dikhawatirkan, pengajuan PK jadi modus koruptor untuk mendapat keringanan hukuman. Hal ini lantaran sebagian besar terpidana korupsi yang mengajukan PK tak mengajukan banding atau menerima putusan pengadilan tingkat pertama.

"Terlebih adanya fenomena para napi koruptor mengajukan PK setelah sebelumnya menerima hukuman ditingkat PN. Ini harus dicermati bersama, ada apa sehingga mereka ramai-ramai mengajukan PK," kata Ali.

Tak hanya Perma pedoman pemidanaan pasal 2 dan Pasal 3, KPK juga mendorong MA menerbitkan peraturan sejenis untuk pedoman pemidanaan pasal-pasal korupsi lainnya seperti pasal suap, pemerasaan dan lainnya. Hal ini mengingat sebagian besar perkara yang ditangani KPK merupakan pasal suap.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan pihaknya menghormati apapun putusan pengadilan termasuk Majelis Hakim PK yang kerap mengurangi hukuman terpidana korupsi. Dalam hal ini, KPK pun meminta MA segera mengirimkan salinan putusan agar dapat mempelajari pertimbangan Majelis Hakim.

Namun, Alex menyoroti fenomena banyaknya koruptor yang mengajukan PK, padahal, sebelumnya menerima putusan Pengadilan Tipikor dengan tidak mengajukan banding atau kasasi.

"Fenomena belakangan ini kan ketika di tingkat pertama terdakwa itu langsung menerima putusan dia tidak mengajukan banding, kasasi tapi langsung PK. Ini juga fenomena menarik. Ketika di tingkat pertama dihukum 10 tahun ya menerima tetapi dalam menjalani hukuman dieksekusi pidana baru 6 bulan dia sudah mengajukan PK," ujar Alex di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/10/2020).