Katakini.com – Bank Syariah Indonesia (BSI), hasil merger tiga bank milik pemerintah yakni BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah berambisi masuk 10 besar bank syariah terbesar dunia dalam lima tahun.
Para pengamat menilai target ini hanya bisa tercapai jika bank bisa melakukan konsolidasi dengan baik dan transformasi digital secara masif.
Irfan Syauqi Beik, ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menilai bagian paling penting pasca-merger adalah konsolidasi sistem, teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki tiga bank tersebut.
Proses ini akan menentukan kemampuan dan daya saing bank hasil merger, terutama menghadapi bank-bank konvensional.
“Bank harus melakukan proses konsolidasi dengan baik agar bisa meningkatkan daya saing dan tidak kehilangan momentum,” ujar dia pada Anadolu Agency, Rabu.
Konsolidasi penting karena ketiga bank itu sebelumnya mempunyai nilai-nilai, SDM dan sistem digital yang berbeda.
Jangan sampai ada kesalahan, misalnya dalam pengelolaan SDM sehingga mengakibatkan munculnya gelombang PHK, meski hal itu tidak bisa dihindari karena bank dipastikan akan melakukan efisiensi, ujar Irfan.
--Dorongan kebijakan pemerintah
BSI menurut Irfan juga masih membutuhkan dorongan kebijakan pemerintah.
Menurut dia, pemerintah bisa mendorong bank induk dari tiga entitas ini menyuntikkan tambahan modal inti, sehingga bisa mencapai Rp30 triliun, syarat untuk menjadi bank buku IV.
Modal inti yang dimiliki BSI, kata Irfan masih sekitar Rp20 triliun, sehingga masih belum bisa beranjak dari status bank buku III.
Pemerintah juga perlu melakukan kebijakan afirmasi, yaitu dengan sengaja memberi ruang gerak lebih besar pada bank syariah, ujar Ifran.
Misalnya, kata Irfan mewajibkan perguruan tinggi Islam milik pemerintah dan kementerian agama melakukan aktivitas keuangan di BSI.
Selain itu bisa juga dengan mewajibkan perusahaan di kawasan industri halal bertransaksi dengan bank syariah.
Jumlah mahasiswa, pegawai kementerian agama dan transaksi perusahaan yang besar diyakini bisa meningkatkan kinerja bank.
“Hal lain yang bisa dilakukan adalah melibatkan bank syariah dalam proyek berbasis APBN. Ini bisa menaikkan volume transaksi,” ujar dia.
Irfan memproyeksikan dengan konsolidasi dan dukungan kebijakan yang tepat, BSI bisa menaikkan aset dari saat ini Rp214 triliun menjadi Rp390-Rp500 triliun dalam lima tahun.
“Artinya bank hasil merger ini bisa mengakselerasi pertumbuhan bank syariah di Indonesia.”
Kebijakan afirmatif ini menurut Irfan pantas dilakukan karena sejak kemunculan bank syariah pertama kali 29 tahun lalu, pemerintah belum banyak mengambil peran.
Perkembangan bank syariah hingga kini menurut dia terjadi secara organik berdasarkan permintaan pasar, tanpa intervensi pemerintah.
--Tantangan permodalan
Fauziah Rizki Yuniarti, peneliti ekonomi syariah Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan tantangan utama bank syariah di Indonesia adalah permodalan.
Kesulitan modal ini menurut dia membuat bank syariah tidak bisa melakukan digitalisasi model bisnis dan layanan.
“Bank jadi tidak sanggup melakukan investasi teknologi informasi yang massif untuk bersaing dengan perbankan konvensional dan fintech,” ujar dia.
Selain itu bank syariah juga kesulitan mendapatkan serta menyalurkan dana murah ke masyarakat, karena masih menjadi bank buku III, berbeda dengan bank buku IV dengan modal yang lebih besar.
“Akibatnya tidak mampu memberikan rate atau pricing yang menarik dan kompetitif dibanding dengan bank konvensional dalam memberikan pendanaan proyek-proyek besar,” ujar dia.
Menurut Fauziah, ada beberapa program yang bisa menjadi terobosan bank syariah untuk memaksimalkan pertumbuhannya.
Antara lain dengan memberikan layanan mobile apps yang bisa bersaing dengan bank konvensional dan fintech.
Selain itu bank syariah harus bisa memaksimalkan kecerdasan buatan dalam layanannya, misal face recognition, e-signature, e-KCY (electronic know your customer) untuk mempermudah proses penyaluran pinjaman.
Khusus bank hasil merger, menurut dia mempunyai peluang menggaet investor asing terutama dari Timur Tengah untuk membantu permodalan sehingga bisa naik menjadi bank buku IV.
Kedua pengamat, Irfan dan Fauziah, sepakat soal pentingnya bank syariah hasil merger ini tetap memperhatikan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) sebagai salah satu cara mengakselerasi pertumbuhan.
Menurut Fauziah program pembiayaan ini tidak sekadar memenuhi aturan Bank Indonesia soal kewajiban penyaluran 20 persen bagi UMKM, tapi harus ada porsi yang seimbang dan tidak hanya fokus pada konglomerat.
Sedangkan Ifran mengingatkan bahwa bisnis inti BRI Syariah, yang merupakan surviving entity dalam proses merger ini adalah pembiayaan UMKM
“BRI Syariah itu jiwanya adalah melayani UMKM. Komitmen pada UMKM tidak boleh ditinggalkan,” ujar Irfan.
Menurut Fauziah, bank baru ini juga harus memperbaiki produk profit-loss sharing, termasuk risk management sehingga benar-benar sesuai prinsip syariah.
“Pastikan porsi yang seimbang akad mudharabah/ musharakah (kerja sama usaha), tidak dominasi murabahah (jual beli),” ujar Fauziah.
--Desain ulang model bisnis
Proses penggabungan tiga bank syariah semakin matang setelah penandatanganan akta akta penggabungan, Rabu.
BSI nantinya akan memiliki 10 direksi yang dipimpin oleh Hery Gunardi selaku direktur utama.
BSI menurut dia sudah mempersiapkan rencana bisnis untuk 2021- 2023 mendatang.
BSI kata dia akan menggambarkan diri sebagai bank syariah yang inklusif serta universal serta bisa merangkul nasabah dari berbagai kalangan.
“Bank akan memperkuat memperkuat bisnis grosir (wholesale), dengan modal yang kuat bisa menjadi pemimpin sindikasi pembiayaan yang dibutuhkan di dalam negeri,” ujar dia.
“Kami melihat market sukuk global di middle east sebagai potensi market yang besar dengan kapasitas yang ingin kami bangun di 2021,” kata Hery.
Dia mengatakan bank syariah hasil merger juga akan memperkuat lini konsumen melalui produk unggulan mitraguna berbasis payroll.
Selain itu, dengan biaya dana (cost of fund) yang rendah, bank syariah hasil merger akan menjadi kompetitif dari sisi pembiayaan consumer untuk memberikan pembiayaan yang kompetitif dengan model bisnis yang dirapihkan.
“Bank syariah hasil merger juga akan masuk ke sektor KUR untuk mendorong pembiayaan UMKM yang lebih terintegrasi,” lanjut dia.
BSI juga akan akan mengembangkan sektor digital dengan meningkatkan pengguna yang teregistrasi dan aktif serta menyediakan berbagai fitur seperti gadai emas dan jual emas.
Fitur-fitur tersebut menjadi produk primadona di Bank Syariah Mandiri.
“Fokus juga pada pengumpulan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf melalui fitur dan kapabilitas yang lebih baik,” ujar dia.
Direktur Utama BNI Syariah yang juga akan menjadi Wakil Direktur Utama II Bank Syariah Indonesia Abdullah Firman Wibowo mengatakan bank hasil penggabungan ini akan memiliki aset Rp214,6 triliun dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun.
“Bank hasil penggabungan juga ditargetkan masuk 10 besar bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar dalam lima tahun ke depan,” ujar dia.
Katalis pertumbuhan ekonomi syariah
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wiroatmodjo pemerintah berharap merger tiga bank syariah ini bisa menjadi katalis pendorong pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.
“Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar ingin punya ekosistem syariah yang kuat dan sehat serta jadi pemain global yang berperan dalam perekonomian syariah internasional,” ujar Kartiko.
BSI menurut dia diharapkan membantu Indonesia menjangkau pembiayaan sukuk global untuk pendanaan proyek infrastruktur.
“Selama ini kita belum banyak menggunakan produk syariah dalam pembangunan infrastruktur,” kata dia.
Kartiko mengatakan dari karakter tiga bank yang melebur, BSI akan memiliki kompetensi yang lengkap, sehingga kompetitif dan bisa jadi platform peningkatan peran ekonomi Islam dan industri halal sebagai ekosistem baru ekonomi Indonesia.(Anadolu Agency)