Jakarta, katakini.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan kembali bahwa meski mengandung bahan bisphenol-A (BPA), galon guna ulang yang digunakan masyarakat sudah memenuhi syarat ambang batas. Artinya, kemasan air minum galon isi ulang itu aman digunakan dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
“Hasil uji kemasan pangan dari plastik PC, sampai saat ini kadar BPA-nya masih memenuhi syarat ambang batas dan aman untuk digunakan,” ujar Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM, Ema Setyawati, Rabu (30/12).
Hal itu disampaikan Ema terkait beredarnya lagi hoax di media sosial yang menyuarakan bahaya penggunaan galon yang mengandung BPA bagi kesehatan bayi, balita dan ibu hamil.
Pada berita hoax itu disebutkan Ahli Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, Iwan Nefawan, mengatakan Kemenkes telah meminta Komisi IX DPR RI supaya mendesak pihak BPOM segera mengeluarkan aturan bagi produsen makanan, minuman dan obat-obatan memberi label peringatan konsumen pada kemasan yang mengandung BPA. Sebagai contoh, ujarnya, pada label kemasan plastik air minum galon isi ulang Polikarbonat yang mengandung BPA dapat diberi keterangan atau peringatan.
Menanggapi hal itu, Ema Setyawati menegaskan bahwa Kemenkes tidak memiliki laboratorium untuk pengujian migrasi plastik. “Seingat saya, di Kemkes tidak ada lab untuk pengujian migrasi plastik,” ungkapnya.
Yang jelas, kata Ema, berdasarkan hasil pengawasan kemasan pangan yang dilakukan BPOM terhadap galon guna ulang, kemasan itu sudah memenuhi syarat. “Berdasarkan hasil pengawasan kemasan pangan kami, sampai saat ini galon guna ulang masih memenuhi syarat yang ditetapkan,” ucapnya.
Ema mengatakan air minum dalam kemasan (AMDK) terdiri dari 4 jenis, yaitu air mineral, air demineral, air mineral alami, dan air embun. Keempat jenis AMDK tersebut harus memenuhi syarat yang tercantum dalam SNI. “Selama memenuhi syarat SNI tentu saja aman. Sesuai namanya air minum dalam kemasan, maka kemasannya pun harus aman,” ujarnya.
Karenanya, kata Ema, BPOM telah menerbitkan syarat migrasi kemasan. Biasanya plastik yang digunakan untuk AMDK adalah PC (poly carbonat), PET (Poly Ethylene Terephtalat) atau PP (Poly Propylene). Untuk galon AMDK, biasanya PC atau PET. Keduanya mempunyai syarat batas maksimal migrasi. Misalnya untuk PET, migrasinya acetaldehyde, sedangkan untuk PC, migrasinya BPA.
Kata Ema, semua jenis migrasi tentu bahaya, karenanya ada batas maksimalnya. Jadi bukan hanya BPA yang bahaya, Acetaldehyde yang ada di galon sekali pakai juga bahaya kalau migrasinya melewati batas maksimalnya. “Makanya, untuk menjamin galon/kemasan AMDK yang beredar sesuai dengan syarat, BPOM melakukan pengawasan post market, salah satunya dengan melakukan sampling dan pengujian kemasan tersebut. Dalam data BPOM, sampai saat ini kemasan tersebut masih memenuhi syarat dan aman untuk digunakan,” tukasnya.
Pakar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Eko Hari Purnomo, juga mengatakan bahwa yang paling berhak mengeluarkan pernyataan bahwa sebuah produk makanan atau minuman (mamin) itu aman atau tidak untuk digunakan masyarakat adalah BPOM. Menurutnya, BPOM pasti sudah mengambil kebijakan batas migrasi maksimal BPA berdasarkan kajian ilmiah.
“Saya melihat yang paling berhak untuk menyatakan produk makanan dan minuman itu aman atau tidak bagi konsumen adalah BPOM,” ucapnya.