"Undang-Undang ini akan memberikan batasan yang jelas yang mana pers dan yang mana bukan sehingga perbedaan pers dan bukan pers menjadi jelas," ujar Wina dalam seminar Hari Pers Nasional 2021 yang diselenggarakan daring oleh
PWI Pusat bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kamis (4/2/2021).
Menurut dia, adanya
regulasi tersebut diharapkan dapat menampung perkembangan teknologi komunikasi di
media sosial, termasuk norma-normanya. Selain itu, aturan tersebut juga diharapkan dapat menegakkan tertib sosial di era modern
media sosial.
Wina pun mengajak jajaran Kemenkumham untuk terlibat di dalam proses pengajuan pembuatan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
media sosial tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pers Hendri Ch Bangun memandang bahwa dinamika media massa kian mengeksplor
media sosial sebagai bagian integral kegiatan mereka untuk menjangkau audiens. Oleh karena itu,
regulasi terkait
media sosial sangat diperlukan.
"Regulasi untuk
media sosial itu penting agar wartawan dan media memiliki pegangan operasional, dapat berupa peraturan minimal berupa surat keputusan Dewan Pers,” ujar dia.
“Secara ideal
media sosial diatur di tingkat Undang-Undang agar kedudukan hukumnya lebih kuat, tetapi amendemen UU Pers saat ini tidak ideal karena akan membuka kotak pandora masuknya pasal baru seperti independensi Dewan Pers, izin untuk penerbitan pers, sertifikat wartawan menjadi wajib, dan pidana bagi pelanggaran kode etik jurnalistik,” kata Hendri seperti dilansir anyaranews.
CEO JPNN Group Auri Jaya menilai
regulasi terkait
media sosial perlu segera dibentuk oleh pemerintah demi menjaga data pribadi masyarakat Indonesia serta menopang keberadaan perusahaan pers yang berintegritas.
“Ada juga dampak negatif dari belum hadirnya
regulasi mengatur
media sosial, seperti perlindungan data pribadi bagi pengguna
media sosial yang semakin masif," katanya.
Menurut Auri, pemerintah harus secara tegas mengatur hal ini seperti yang telah dilakukan di berbagai negara.