Jakarta, katakini.com - Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi, kembali memimpin pertemuan virtual COVAX AMC Engagement Group (EG) Meeting ke-4, bersama dengan Menteri Kesehatan Ethiopia, Lia Tadesse dan Menteri Pembangunan Internasional Kanada, Karina Gould baru-baru ini.
Pertemuan COVAX AMC-EG kali ini membahas berbagai isu penting, antara lain perkembangan terkini terkait suplai dan distribusi vaksin, pendanaan dan peluang investasi, dukungan distribusi vaksin, upaya membangun kepercayaan publik terhadap vaksin, dan strategi COVAX Facility 2022.
Dalam pembahasan terlihat bahwa meskipun masih terdapat tantangan baik dari penyebaran virus maupun ketersediaan suplai vaksin, namun komitmen global telah memberikan harapan besar terhadap upaya bersama atasi pandemi ini.
Beberapa isu strategis yang dibahas antara lain:
Pertama, isu suplai dan distribusi vaksin. Dalam pertemuan dibahas mengenai keterlambatan pasokan vaksin untuk vaksin covax facility. Vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh SII (India) terkirim sekitar 18%, dan produksi vaksin AZ oleh SK Bio (Korsel) terkirim 50% dari komitmen awal.
Situasi ini diharapkan akan membaik pada akhir tahun dengan bertambahnya komitmen dari beberapa produsen vaksin lain dan dengan bertambahnya vaksin yang memperoleh Izin Penggunaan di Masa Darurat (EUL) dari WHO."Upaya melipatgandakan kapasitas produksi vaksin termasuk dengan menghapuskan (waive) hak paten vaksin sangat krusial dalam upaya melawan pandemi," tegas Retno.
Hingga saat ini COVAX Facility telah memegang komitmen suplai untuk 1,7 miliar dosis, dari total kebutuhan 2 miliar dosis untuk didistribusikan di tahun 2021.
Sejauh ini, 67,3 juta dosis telah dikirim oleh COVAX Facility ke 124 negara. Dari keseluruhan jumlah negara yang dijadwalkan menerima vaksin hingga Juni 2021, 85% diantaranya telah menerima pengiriman pertama.
Kedua, isu distribusi vaksin. Terkait isu ini, Menlu RI menekankan bahwa ditengah mengganasnya pandemi Covid-19, ketidaksetaraan distribusi vaksin di tingkat global masih besar. Hanya 0,3% dari suplai vaksin yang tersedia saat ini dikirimkan ke negara berpenghasilan rendah.
"Diperlukan langkah segera untuk dapat memastikan akses setara kepada vaksin, karena tidak ada negara yang dapat sepenuhnya bebas dari Covid-19, selama masih ada negara lain yang terjangkit," ujar Retno
Pertemuan juga telah membahas opsi cost-sharing vaksin melalui COVAX Facility, dimana negara berpenghasilan rendah-menengah yang berada dalam AMC (Advance Market Commitment) dapat membeli tambahan dosis vaksin, diluar alokasi vaksin gratis yang dijanjikan untuk 20% penduduk negara-negara AMC.Ketiga, terkait pendanaan, dari total USD 8,3 miliar yang dibutuhkan, saat ini telah terkumpul USD 6,6 miliar. Ini merupakan perkembangan positif dan diharapkan sisanya akan segera dapat terpenuhi di waktu kedepan khususnya saat Pertemuan AMC Summit yang akan diselenggarakan bersama Gavi dan Pemerintah Jepang pada Juni 2021 mendatang.
AMC Summit ini memiliki arti strategis dalam rangka mengumpulkan dukungan dan kontribusi untuk menutup kekurangan pendanaan sekitar 2 miliar USD dan juga memobilisasi dukungan pemimpin dunia terhadap kerja Covax Facilities.
Keempat, mengenai upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin, pertemuan menggarisbawahi pentingnya partisipasi aktif tidak hanya Pemerintah di seluruh tingkatan, tapi juga dukungan berbagai lapisan masyarakat.
Data yang berkualitas dan strategi komunikasi yang baik, diyakini akan menjadi elemen kunci untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, terutama dengan adanya tantangan yang ditimbulkan oleh misinformasi.
COVAX Facility adalah inisiatif kolaborasi global terkait vaksin COVID-19 yang terbesar saat ini untuk mendistribusikan vaksin ke secara gratis. Misinya adalah memastikan distribusi yang setara terhadap vaksin yang aman, berkualitas, dan terjangkau untuk semua.
Lewat skema ini, Indonesia telah mendapatkan 6.410.500 (enam juta empat ratus sepuluh ribu lima ratus) dosis vaksin jadi AstraZeneca dan akan terus bertambah.