Jakarta, Katakini.com – Indonesia kesulitan mendapatkan data kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kepala Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lies Rosdianty menilai selain karena data tersebar di berbagai unit layanan dan tidak terintegrasi, juga ada fenomena gunung es kekerasan perempuan dan anak.
“Tidak mudah untuk mendapatkan data kekerasan. Data juga tersebar dan tersedia di berbagai unit layanan penanganan sehingga perlu ada integrasi,” kata Lies dalam keterangan tertulis, Selasa.
Dia menuturkan, kendala lain mendapatkan data tersebut juga akibat pelaporan masyarakat yang tertunda.
Hal ini, ungkap dia, akibat masyarakat tidak langsung melaporkan setelah kejadian.
Padahal, menurut dia, data yang valid sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan opsi terbaik dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Data juga bermanfaat sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Lies.
Di sisi lain, kata dia, keberadaan data yang valid dan terintegrasi juga bermanfaat sebagai bahan evaluasi terhadap intervensi dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang telah dilakukan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada periode 1 Januari hingga 9 Juni, terjadi 2.319 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan jumlah korban sebanyak 2.347 orang.
Sementara kekerasan terhadap anak terdapat 3.314 kasus dengan jumlah korban ada sebanyak 3.683 orang.(AA)