Jakarta, Katakini.com,- Anggota tentara Myanmar menerima vaksin Covid-19 yang diimpor dari India tanpa diberi tahu vaksin tersebut belum disetujui.
Menurut seorang sumber, program vaksinasi rahasia oleh militer yang menggunakan vaksin Covaxin produksi perusahaan farmasi India, Bharat Biotech, itu mulai pada Januari dan berlanjut selama tiga bulan.
Berdasarkan keterangan sejumlah orang yang termasuk dalam program tersebut, penerima vaksin tidak diberi tahu bahwa Covaxin masih dalam tahap uji klinis ketiga pada saat itu.
“Mereka mengatakan akan memvaksinasi kami dan kemudian memeriksa kekebalan kami dua minggu setelah penyuntikan untuk melihat apakah ada peningkatan. Jadi bisa dibilang sebuah tes,” ujar petugas yang menjadi salah satu subjek angkatan pertama seperti diberitakan media lokal Myanmar Now, Minggu.
Petugas yang ditempatkan di sebuah rumah sakit militer di Kotapraja Mingaladon, Yangon, mengatakan darah dirinya dan 14 petugas lain diambil setelah menerima masing-masing suntikan dari total dua dosis.
Menurut petugas itu, program tersebut kemudian diperluas ke personel militer lainnya setelah hasil dari 15 subjek pertama dievaluasi.
“Saya pikir mereka mengambil darah dari semua orang. Tetapi kemudian kami mengetahui bahwa itu hanya kami. Kami bahkan bercanda bahwa kami digunakan sebagai tikus lab,” katanya.
Petugas tersebut mengaku geram, tetapi tidak dapat melakukan apa-apa karena ini adalah militer.
Subjek lain yang diwajibkan mengikuti program tersebut mengatakan program dilakukan atas perintah perwira senior.
Dokter dari rumah sakit militer lain di Yangon itu mengatakan militer ingin populasi penelitian sebagai data penerima vaksin berjumlah sekitar 100.000 orang.
“Sejujurnya, saya pikir itu menyedihkan bahwa kami digunakan sebagai kelinci percobaan manusia dengan cara ini,” ucap dokter itu
Menurut dia, terdapat dua tim yang mengumpulkan data dari penerima vaksin yakni mengenai reaksi tubuh terhadap vaksin dan kelompok penguji jumlah antibodi dalam darah setelah vaksinasi.
Selain itu, istri seorang perwira angkatan laut mengatakan suaminya akhirnya mengetahui bahwa vaksin yang diterima adalah Covaxin, dan bukan vaksin Covishield yang telah disetujui dan juga diproduksi di India.
Adapun vaksin Covishield digunakan dalam program vaksinasi nasional yang diluncurkan pemerintah sipil Myanmar beberapa hari sebelum digulingkan dari kekuasaan oleh militer pada 1 Februari.
Perwira angkatan laut itu menerima suntikan dosis pertama pada pertengahan Februari dan dosis kedua satu bulan setelahnya.
Meskipun suaminya dapat memperoleh informasi ini karena pangkatnya, dia meragukan tentara biasa yang termasuk program vaksinasi militer mengetahui fakta tersebut.
Bharat Biotech memulai fase ketiga uji klinis vaksin Covaxin pada November silam, tetapi belum membuat banyak kemajuan hingga awal Januari karena kekurangan sukarelawan.
Bharat Biotech yang telah membantah melakukan uji klinis di luar India mengatakan mereka mengirim 55 botol vaksin ke Myanmar pada Januari.
Perusahaan tersebut menambahkan pengiriman itu adalah praktik standar ketika berurusan dengan calon pembeli.
Namun, pada 11 Februari, 200.000 dosis Covaxin lainnya dikirim ke Myanmar sebagai bagian dari program diplomasi pemerintah India Vaccine Maitri, di mana 1,5 juta dosis Covishield telah dikirim pada 22 Januari.
Pada akhir Januari, media lokal mengatakan Bharat Biotech sedang mencari persetujuan dari pemerintah Myanmar dan Bangladesh untuk menguji Covaxin di kedua negara.
Pejabat dari Dewan Riset Medis India (ICMR), mitra Bharat Biotech dalam memproduksi vaksin, mengatakan uji coba serupa adalah prosedur normal bagi negara-negara yang ingin mendapatkan vaksin.
Dalam laporan media lokal tersebut, Bharat Biotech menolak memberikan komentar apapun tentang uji coba asing.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima permintaan izin penggunaan darurat untuk vaksin Covaxin pada awal Juli dan belum menyelesaikan peninjauannya.
Penolakan uji coba
Kebanyakan pejabat pemerintah, termasuk mantan pemerintah sipil, membantah mengetahui program uji coba vaksin oleh militer.
Dalam wawancara dengan Myanmar Now pada 15 Juli, Wakil Direktur Laboratorium Kesehatan Nasional dan salah satu tokoh terkemuka dalam upaya penanggulangan Covid-19, Htay Htay Tin, mengatakan tidak ada uji coba Covaxin yang dilakukan di Myanmar.
Kemudian, kurang dari satu minggu setelah itu, Direktur Administrasi Makanan dan Obat-obatan (FDA) Khin Zaw mengatakan warga sipil diberi vaksin Covaxin pada April, di mana vaksin sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan dan bukan untuk uji coba.
Khin Zaw menambahkan Departemen Kesehatan Masyarakat mungkin telah melakukan uji coba menggunakan data dari penerima vaksin, tetapi dia menegaskan vaksin sudah terbukti aman dan efektif saat diberikan.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan di bawah rezim saat ini, Than Naing Soe, mengatakan departemen tersebut tidak melakukan uji coba Covaxin atau menyetujui penelitian tentang vaksin tersebut, meskipun telah ada beberapa diskusi terkait.
Meski junta tidak mengakui melakukan uji klinis terhadap personel militer, tokoh senior rezim tidak merahasiakan kesediaan mereka menggunakan vaksin yang belum disetujui WHO untuk memerangi Covid-19.
Otoritas kesehatan di bawah junta telah menyuntikkan vaksin Covid-19 asal China, Sinopharm dan Sinovac, bagi orang berusia di atas 65 tahun sejak gelombang ketiga melanda Myanmar pada akhir Juni.
Pemerintah China menyumbangkan 2,5 juta dosis vaksin Sinopharm kepada Myanmar dan rezim militer membeli 2 juta dosis vaksin Sinovac.
Penularan tetap terjadi
Mereka yang familier dengan program uji coba Covaxin mengatakan vaksin tersebut telah terbukti sebagian besar tidak efektif dalam mencegah infeksi.
Istri seorang perwira angkatan laut mengatakan hampir semua orang di unit suaminya tertular Covid-19 meskipun telah divaksinasi dengan Covaxin.
Petugas dari rumah sakit militer Mingaladon mengatakan dua pertiga dari peserta uji coba Covaxin terpapar Covid tak lama ketika gelombang ketiga dimulai.
Petugas itu menambahkan banyak dari mereka yang mengalami gejala Covid-19, meskipun telah divaksin. Dia mengalami gejala yang dimulai dengan demam, kemudian kehilangan indra penciuman.
“Saya bahkan tidak akan menguji diri saya sendiri untuk Covid-19. Saya sudah merawat pasien Covid-19 di bangsal saya, jadi saya yakin saya sudah terpapar,” ungkap dia.(AA)