Jakarta, katakini.com - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo baru saja menandatangani peraturan presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penuruan stungting, yang dipimpin oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
"Kami dari BKKBN mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena baru saja BKKBN mendapatkan Perpres secara resmi yang sudah ditandatangani Bapak Presiden, dimana Perpres Nomor 72 Tahun 2021 yang mengamanatkan untuk Percepatan Penurunan Stunting pada BKKBN terlibat sebagai Koordinator Pelaksana di lapangan," ujar Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo pada saat membuka acara `Ambasador Talk` bersama Kedutaan Besar Kerajaan Belanda yang diselenggarakan secara virtual (26/8).
Hasto mengatakan, BKKBN telah menyusun strategi dan rencana aksi nasional, serta menyiapkan perangkat pendukung lainnya untuk melaksanakan amanat Perpres tersebut.
"Sebagai upaya pemberantasan gizi buruk dan stunting, BKKBN saat ini sedang mengembangkan DASHAT, sebuah program inisiatif Dapur Sehat untuk mengatasi stunting melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat yang menyasar ibu hamil, ibu menyusui, balita, calon pengantin, dan keluarga dengan risiko tinggi stunting," kata Hasto.
Hasto menambahkan, BKKBN juga sedang menjajaki kerja sama untuk mendirikan Food Bank yang mengumpulkan makanan dari pasar atau lahan pertanian dan perkebunan, supermarket, menyalurkannya ke layanan masyarakat, kemudian mendistribusikan makanan tersebut kepada yang kurang gizi.
"Food Bank juga akan mendukung program DASHAT dengan pemenuhan bahan makanan," ujar Hasto.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Rizal Damanik menambahkan, Indonesia adalah negara yang berada di garis khatulistiwa yang memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebetulnya ironis kalau Indonesia mengalami masalah stunting yang cukup tinggi mencapai 27,7%.
"Ambassador Talks merupakan ajang tukar pikiran dan pengalaman dalam pengentasan stunting di negara lain termasuk salah satunya di Kerajaan Belanda. Semoga dengan terobosan baru dapat membuat Indonesia bebas stunting 2030 sesuai arahan Presiden Joko Widodo," harap Rizal.
Menurut Rizal, untuk mencapai target 14 persen di tahun 2024 memang tidak mudah, namun demikian hal tersebut bukan mustahil untuk dicapai. Upaya mengurangi angka stunting perlu dilakukan secara timbal balik melalui hubungan secara vertikal maupun horizontal, yaitu melalui pemerintah maupun tanggung jawab bersama antarmasyarakat.
Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Lambert Grinjs mengatakan, Pengentasan masalah stunting harus optimal, BKKBN tidak bisa bekerja sendirian. Masalah stunting itu kompleks, bukan hanya soal pemenuhan gizi tapi dari sisi sanitasi, tempat tinggal, edukasi atau pelajaran bagi remaja untuk dapat mencegah generasi stunting, itu sangat diperlukan.
"Jadi BKKBN tidak bisa bekerja sendirian, mesti ada lembaga terkait yang membantu menangani itu semua," kata Lambert.
Di kerajaan Belanda, kata Lambert, ada Food Bank yang menjamin ketersediaan nutrisi lengkap, setiap orang tau masalah ini makro nutrisi dan protein.
"Orang Belanda tinggi-tinggi, karena diberikan nutrisi lengkap dari sebelum lahir dan setelah melahirkan, nutrisi bayi harus terus diperhatikan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bayi tumbuh atau tidak. Kemudian, kami memastikan di Belanda tahun 1940an ada kelaparan sangat parah, namun saat itu pemberian Air Susu Ibu (ASI) paling penting untuk kelengkapan gizi," imbuh Lambert.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas menyampaikan, Indonesia dan Belanda telah menandatangani kesepakatan bersama (MoU) di November 2018. Melalui MoU ini bisa menjadi platform kerjasama dalam penanganan stunting.
"Disamping itu di Maret 2020 saat kunjungan Raja Belanda ke Indonesia telah menandatangani perjanjian terkait air dan pengelolaan sampah, ini juga bisa berkontribusi untuk permasalahan stunting dalam penyediaan air bersih dan sanitasi," tambah Mayerfas.