Jakarta, World Hypertension Day (WHD) 2022 kembali diperingati di Indonesia dan di seluruh dunia pada hari ini.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, WHD kembali mengusung tema “Measure your blood pressure, control it, live longer” yang menekankan pentingnya mengukur dan mengendalikan tekanan darah untuk mencapai hidup yang berkualitas.
Tema tersebut terus dikumandangkan mengingat prevalensi hipertensi di dunia, termasuk di Indonesia sampai saat ini tetap tinggi atau belum mengalami perubahan selama 3 dekade terakhir.
Oleh karena itu, kesadaran terhadap hipertensi tetap menjadi issue global yang penting dan memerlukan keterlibatan semua pihak.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 yaitu sekitar 34% tidak berubah dari angka yang didapat pada survey tahun 2007.
Penyebabnya adalah tingginya kasus baru hipertensi akibat tingginya faktor risiko hipertensi seperti diabetes mellitus (kencing manis), kegemukan, konsumsi garam yang tinggi dan merokok.
Dalam Virtual Press Conference hari ini, dr. Erwinanto, Sp.JP (K), FIHA, FAsCC, Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) mengatakan, Tekanan darah harus dikendalikan baik bagi pasien hipertensi maupun individu yang tidak menderita hipertensi.
Bukti penelitian yang ada secara konsisten memperlihatkan bahwa penurunan tekanan darah bagi pasien hipertensi menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, stroke dan gagal ginjal yang selain berhubungan dengan tingkat kematian tinggi juga menghabiskan biaya terbesar dari penyakit katastropik di Indonesia.
Lanjutnya, Sedangkan bagi individu yang bukan penyandang hipertensi, tekanan darah juga perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya hipertensi.
Setiap peningkatan tekanan darah sebesar 20/10 mm Hg, dimulai dari tekanan darah 115/75 mm Hg, berhubungan dengan peningkatan kematian akibat penyakit jantung koroner dan stroke sebesar 2 kali.
"Peningkatan tekanan darah juga meningkatkan kejadian penyakit ginjal secara bermakna. Di tingkat masyarakat, pencegahan hipertensi diharapkan dapat menurunkan prevalensi hipertensi,” lanjutnya.
“Survey May Measurement Month yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia pada tahun 2017 yang mengikut sertakan partisipan di daerah perkotaan berusia muda (umur rerata 43 tahun) menunjukkan hanya 52,5% penyandang hipertensi yang minum obat penurun tekanan darah,” jelasnya.
Dalam pemaparannya, Ia menghimbau masyarakat untuk mengukur tekanan darah secara akurat, untuk mengetahui menderita hipertensi atau tidak.
“Jika menderita hipertensi, kendalikan tekanan darah melalui usaha menurunkannya dengan cara terapi perubahan gaya hidup dengan atau tanpa terapi obat," tambahnya.
Pengendalian tekanan darah yang dilakukan akan berdampak hidup lebih lama karena peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), stroke dan ginjal.
"Oleh karena itu, Virtual Press Conference ini menghadirkan dokter spesialis jantung dan kedokteran vaskular, dokter spesialis syaraf dan doktesubspesialis ginjal hipertensi," pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Wakil Ketua InaSH mengatakan, Hipertensi merupakan masalah kesehatan global termasuk di Indonesia.
Survei yang dilakukan oleh oleh Perhimpunan Dokter Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension) bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2018 menunjukan pada sampel 68.846 orang dengan rentang usia rata 45 ± 16,3 tahun ditemukan 27.331 orang (30,8 %) adalah hipertensi.
Angka ini lebih rendah dari survei tahun 2017 yaitu 34,5 %, hal ini disebabkan pada survei tahun 2018 terdapat 18,6 partisipan berusia 18-29 tahun.
Dalam kelompok hipertensi hanya 13.018 (47,6 %) yang menyadari adanya hipertensi dan hanya 47,4 % yang mengkonsumsi obat anti hipertensi.
Survei juga menunjukan target pengobatan tidak tercapai pada 10.106 pasien (78,0 %). Dengan kondisi di Indonesia seperti ini tidak heran bila insiden penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal masih tinggi.
Ia mengemukakan, Hipertensi dapat dicegah walaupun faktor genetik dan usia sulit untuk dimodifikasi.
Namun banyak faktor risiko lain yang dapat dihindari agar tidak terjadi hipertensi dengan menanamkan pola hidup sehat sejak usia dini yang dilakukan dalam keluarga dan melalui edukasi di sekolah.
Hal ini lebih mudah dibandingkan menyarankan perubahan gaya hidup bagi orang dewasa.
Orangtua dan guru mempunyai peranan penting dalam menanamkan pola hidup sehat pada anak-anak yang akan terus diingat dalam memorinya hingga mereka dewasa.
Mengurangi paparan terhadap polusi udara juga merupakan upaya pencegahan terhadap hipertensi, selain mengatasi stresor dan tidur yang cukup.
“Dengan bertambahnya usia maka risiko hipertensi meningkat. Risiko hipertensi meningkat tajam pada usia 45 tahun. Pemeriksaan tekanan darah secara regular disarankan dimulai pada usia 18 tahun,
terutama yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi atau penyakit kardiovaskular," ujarnya.
"Pasien diabetes berisiko mengalami hipertensi sehingga dengan demikian harus di lakukan pemeriksaan darah berkala untuk mendeteksi adanya hipertensi,” lanjutnya.
Selain pengukuran tekanan darah di fasilitas kesehatan, dapat juga dilakukan secara mandiri di rumah atau di komunitas tertentu yang dikenal dengan Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) atau disebut dengan Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR).
Dengan melakukan pengukuran yang benar dan akurat akan didapatkan hasil yang tepat.
PTDR sangat membantu untuk mendeteksi hipertensi jas putih, yaitu peningkatan tekanan darah saat diukur di klinik atau RS namun saat dilakukan pengukuran di luar klinik didapatkan tekanan darah normal.
"PTDR juga dapat digunakan untuk memonitor hasil pengobatan. Selain itu dengan melakukan pengukuran mandiri membuat
pasien menjadi lebih patuh dalam pengobatan,” jelasnya.
Tentang bagimana hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan organ, dr.Djoko Wibisono, SpPD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH, dalam presentasinya menjelaskan, Hipertensi yang tidak dikendalikan dan ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kematian akibat kerusakan organ.
Hal ini dikenal dengan istilah Hypertension-Mediated Organ Damage (HMOD).
Dampak kerusakan organ yang disebabkan oleh hipertensi pada otak mengakibatkan stroke, pada Jantung mengakibatkan penyakit jantung koroner, infark miokard, pembesaran jantung kiri dan gagal jantung.
Selain itu, hipertensi pada ginjal dapat menyebabkan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang membutuhkan hemodialysis, hipertensi pada mata dapat menyebabkan retinopati yang berakhir dengan kebutaan.
“Komplikasi hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan tekanan darah baik dengan perubahan gaya hidup dan terapi farmakologi (obat)," Tuturnya.
"Tips hidup sehat dengan hipertensi antara lain dengan menurunkan BB, mengatur diet: mengurangi garam <5g/hr, banyak konsumsi sayur dan buah, menghindari lemak berlebihan; berhenti merokok; OR secara teratur; minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter; stop alkohol; mengendalikan stress dan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin serta periksa laboratorium untuk deteksi dini terjadinya komplikasi,” tutupnya.