JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menilai hingga saat ini masih banyak penyelenggara layanan publik yang berorientasi pada kekuasaan dari pada pelayanan kepada masyarakat.
"Selama saya bekerja dalam pemerintahan masih merasa dan melihat bahwa orientasi para penyelenggara kita lebih banyak pada kekuasaan ketimbang pelayanan," kata Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng pada diskusi bertajuk "Pengawasan Pelayanan Publik di Daerah Pascapandemi" di Jakarta, Senin (20/6/2022).
Ia melihat masih cukup banyak penyelenggara layanan publik yang berpersepsi atau berpandangan bahwa dirinya adalah penguasa sehingga harus dilayani, bukan bertugas sebagai pelayan kepada masyarakat.
Kemudian, jika terjadi patologi birokrasi, misalnya, maladministrasi, korupsi,dan lain sebagainya, hal tersebut disebabkan adanya persepsi yang salah dan keliru sejak awal.
Oleh karena itu, menurut dia, kondisi tersebut menuntut setiap individu untuk tidak hanya memberikan mandat kepada penyelenggara layanan publik tetapi juga harus mengawasi sejauh mana negara menjalankan layanan publik.
Secara umum, ia menjelaskan layanan publik adalah soal politik, bukan sebatas teknis atau teknokratik saja. Sebab, layanan publik menyangkut hubungan negara dengan masyarakat.
Hubungan tersebut ditandai dengan relasi ekonomi, politik, hak, dan kewajiban dari kedua belah pihak, yakni pemerintah dan masyarakat.
Dari sisi warga, secara politik kewajiban atau bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara, yakni ikut memilih dan menempatkan seseorang dalam posisi sebagai pejabat publik. Kemudian, secara ekonomi, setiap individu memiliki kewajiban membayar pajak, retribusi, dan lain sebagainya.
Jika kewajiban secara politik dan ekonomi telah dilaksanakan oleh masyarakat, menurut dia, maka mandat yang diberikan oleh publik harus dilaksanakan pemerintah melalui kebijakan publik (akuntabilitas).
"Jadi hubungan negara dengan masyarakat itu sesungguhnya hubungan antara mandat dan akuntabilitas," jelas dia.