• Oase

Sebab Kehancuran Kerajaan Saba` yang Memiliki Peradaban Tinggi dan Kemakmuran

Rizki Ramadhani | Rabu, 06/07/2022 15:17 WIB
Sebab Kehancuran Kerajaan Saba` yang Memiliki Peradaban Tinggi dan Kemakmuran Ilustrasi Reruntuhan Kerajaan Saba (foto: kisahmuslim)

JAKARTA - Negeri Yaman memiliki sejarah masa lalu yang sangat terkenal diantaranya pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan-kerajaan yang berperadaban tinggi seperti Saba’. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta`ala secara khusus mengabadikan kisah kaum Saba’ ini di dalam surah Saba’, surah ke-34 dalam Al-Qur’an; juga disebutkan dalam Perjanjian Lama.

Saba’ diambil dari nama pendiri sekaligus raja pertama yaitu Saba` bin Yasjib bin Ya`rib bin Qahthận bin Abir bin Shelah bin Qaynam bin Arfaqsyad bin Sam bin Nuh di abad klasik (di jaman Yaman kuno) yang berdiri sejak 1300 SM, terletak di wilayah Yaman saat ini. Juga dari namanya ini dijadikan sebagai nama kaum Saba` yang dikenal pula dengan kaum Tubba yang berbicara menggunakan bahasa Arab Selatan Lama.

Para sejarawan mencatat bahwa nama asli dari Saba’ adalah Abdu asy-Syams. Dan sebagaimana kita ketahui, nama-nama kabilah Arab berasal dari nama anak-anak Saba’.

Dalam hadits Rasulullah ﷺ yang diriwatkan Abu Dawud dan Tirmidzi, serta Ahmad, dapat diketahui bahwa Saba’ adalah seorang laki-laki yang memiliki 10 anak dari bangsa Arab. Enam anaknya menempati wilayah Yaman (yaitu Madzhij, Kindah, al-Azd, al-Asy’ariyun, Anmar, dan Himyar) dan empat anaknya menempati wilayah Syam (yaitu Lakhm, Judzam, Amilah, dan Ghassan).

Di masa periode awal antara tahun 1300 SM hingga 620 SM, kerajaan Saba’ beribu kota di Sharwah, dikenal dengan Dinasti Mu’iinah dan raja-rajanya dijuluki sebagai Mukrib Saba’. (saat ini masih dapat dilihat puing-puing peninggalan dari Ibu kota Sharwah terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib). Konon, pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan nama Saba’ dengan menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya yang baru.

Wilayah kerajaan Saba’ diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib dengan kebun-kebun subur di lembahnya. Keberadaan bendungan Ma’rib, dikenal juga dengan nama bendungan ‘Arim, menjadi sumber air utama bagi penduduknya untuk berbagai kebutuhan sehari-hari, memberi minum ternak, dan menjadi sumber pengairan sebagai salah satu kunci kemakmuran kerajaan Saba’ yang berbasis ekonomi pertanian atau agro industri. Wilayah itu dikenal sebagai Oasis subur di padang pasir.

Kerajaan Saba’ dilukiskan dalam kalimat baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yakni kerajaan yang baik (nyaman, aman serta makmur) dan ampunan Allah ﷻ.

Dikisahkan dalam Tafsir ath-Thabari, apabila ada seseorang berjalan kaki masuk ke dalam kebun dengan membawa keranjang di atas kepalanya, niscaya ketika keluar, keranjang tersebut akan penuh dengan buah-buahan tanpa harus memetiknya. Bukan itu saja, kualitas udaranya sangat bersih dan menyehatkan, hingga tidak ditemukan nyamuk, lalat, serangga, kalajengking dan ular.

Kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang dengan bangunan utama peribadatannya adalah kuil Almaqah, Sang Dewa Bulan. Reruntuhan bangunannya yang paling penting, kini disebut al-Kharibah, bisa menampung tidak kurang dari 100 orang. Berkat rahmat Allah ﷻ melalui dakwah Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, akhirnya Ratu Bilqis masuk Islam, yang diikuti pula oleh kaumnya.

Hingga beberapa kurun waktu, kaum Saba’ kembali ke agama nenek moyang mereka. Berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir رحمه الله , Allah ﷻ telah mengutus 13 rasul agar mereka kembali mentauhidkan Allah ﷻ, akan tetapi mereka tetap kufur, bahkan menghalangi orang yang insaf beriman kepada-Nya.

Didapat keterangan dari Al-Qur’an surah Saba’: 16-17 dan surah An-Nahl : 112-113, pada akhirnya, Allah ﷻ mengazab mereka yang sudah sangat kafir dan zalim berupa banjir besar dari hancurnya bendungan Ma’rib (sail al-‘arim) yang selama ini menopang kehidupan kaum Saba’ sekitar tahun 542 M.

Setelah itu, mereka mengalami kesulitan hidup, kelaparan dan ketakutan. Daerahnya menjadi tandus, tidak lagi menghasilkan berbagai macam tumbuhan untuk pangan, buah, sayuran serta obat-obatan dan diganti dengan pepohonan yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr (bidara).

Mereka yang selamat bermigrasi ke berbagai penjuru Jazirah. Inilah yang menyebabkan mereka menjadi nenek moyang bangsa Arab. Bahkan saat ini, negara Yaman yang berada di ujung tenggara Jazirah Arabia ini termasuk salah satu negeri termiskin dan terkering di Jazirah Arab.

Semoga kita semua, khususnya kaum muslim di Indonesia dapat memperoleh pelajaran dari kisah kaum Saba’ agar negeri yang terkenal sebagai jamrud katulistiwa ini tidak mengulang kisah perjalanan mereka. (Kontributor : Dicky Dewata)