• News

Komnas HAM Apresiasi Pembatasan Iklan dan Sponsor Rokok pada Pertandingan Olahraga

Akhyar Zein | Jum'at, 05/08/2022 15:15 WIB
Komnas HAM Apresiasi Pembatasan Iklan dan Sponsor Rokok pada Pertandingan Olahraga Ilustrasi. Liga 1 BRI dan Liga Indonesia dengan sponsor rokok (foto: Bola.com)

JAKARTA -  Pembatasan iklan rokok yang diterapkan pemerintah, salah satunya terkait sponsor pertandingan olahraga mendapatkan apresiasi dari Komnas HAM 

Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengatakan, dulu kalau nonton balapan F1 itu, ya itu (iklan) pabrik rokok itu, sepak bola juga begitu, sekarang enggak lagi.

Pernyataan tersebut disampaikan Taufan Damanik dalam konferensi pers bertajuk "Lindungi Anak dan Remaja dari Keterjangkauan Harga Rokok Demi Sumber Daya Unggul Mencapai Indonesia Maju", yang diikuti di Jakarta, Kamis (4/8).

Taufan juga mengapresiasi adanya aturan untuk tidak memasang iklan rokok di dekat gedung sekolah atau tempat yang banyak terdapat anak-anak.

"Itu udah mulai ada pembatasan yang lebih kuat di ruang-ruang publik," katanya.

Di berbagai sarana transportasi juga menurutnya sudah menerapkan aturan yang melarang penumpang untuk merokok.

"Kalau kita naik TransJakarta, saya kira jelas tidak boleh merokok, pesawat juga tidak boleh, di bandara juga hanya tempat-tempat tertentu," katanya.

Namun demikian, pihaknya masih belum melihat aturan yang ketat di institusi pendidikan.

"Kita masih melihat di sekolah-sekolah, guru mengajar sambil merokok, kantin-kantin, di kampus juga masih seperti itu padahal kampus isinya adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi," katanya.

Selain itu pihaknya juga meminta pemerintah agar melarang seluruh iklan promosi dan pemberian sponsor dari produk-produk rokok sesuai dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"Dalam FCTC pasal 13 dikatakan bahwa iklan promosi dan pemberian sponsor dari pabrik-pabrik rokok ini sebisanya dilarang," katanya

Komnas HAM juga meminta pemerintah menerapkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak dan tidak menempatkan pertimbangan ekonomi sebagai yang utama.