JAKARTA – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) akan lebih fokus untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem selama tahun 2022 hingga 2023 mendatang. Hal ini sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo yang menghendaki agar pada 2024 kemiskinan ekstrem di Indonesia menjadi nol persen.
“Fokus kerja (Kemendes PDTT) tahun 2022-2023 adalah mengentaskan kemiskinan kestrem,” kata Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar dalam pertemuan dengan awak media di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Gus Halim, panggilan akrab Abdul Halim Iskandar, mengatakan dalam upaya mengentaskan kemiskinan ekstrem di tahun 2022-2023 Kementerian Desa PDTT telah menerbitkan Kepmendesa PDTT Nomor 81 Tahun 2022 tentang Panduan Pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Diktum Ketiga Nomor 8.
Menurut Gus Halim, bleid Kepmendesa PDTT Nomor 81 tahun 2022 tesebut berisi antara lain; Penyediaan dan pengelolaan data SDGs Desa untuk penanganan kemiskinan ekstrem; Penggunaan dana desa untuk BLT Dana Desa; Penggunaan dana desa untuk Padat Karya Tunai Desa (PKTD); Pembinaan dan pelaksanaan kegiatan BUM Desa pada unit usaha yang berkaitan ketahanan pangan nabati dan hewani; Pembinaan dan pelaksanaan kegiatan BUM Desa Bersama yang mengelola dana bergulir dan simpan pinjam masyarakat miskin ekstrem; dan Musyawarah desa khusus untuk penetapan sasaran keluarga miskin ekstrem.
Gus Halim menjelaskan, saat ini tersedia data By Name By Adress (BNBA) warga miskin ekstrem sebanyak 4.419.547 orang dari 37.869 desa di 178 kab/kota yang merupakan sasaran kegiatan tahun anggaran 2022.
“Data tersebut dapat segera dikonsolidasi pemerintah kabupaten/kota untuk ditetapkan sebagai sasaran keluarga miskin ekstrem berdasarkan hasil musyawarah desa, sebagaimana amanat Inpres Nomor 4 Tahun 2022 Diktum Ketiga Nomor 30,” katanya.
Kemendes PDTT juga tetap akan mengucurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan perubahan skema yang tadinya BLT ditujukan untuk bantuan masyarakat terdampak pandemi covid-19, diubah untuk warga miskin ekstrem.
"Sekarang basis BLT adalah pandemi, pada tahun 2023 tetap BLT tetapi basisnya warga miskin ekstrem. Besaran tidak berubah, Rp 300.000 per orang," ujar Gus Halim.
Untuk mengukur warga tergolong miskin atau miskin ekstrem, Kemendes PDTT mengacu pada World Bank, dimana masyarakat yang berpenghasilan sekitar USD 1,99 atau setara Rp 11.900 per hari atau Rp 357 ribu per bulan layak masuk mendapatkan BLT miskin ektrem.
“Syarat lain untuk menerima BLT ini adalah belum pernah menerima bantuan dari program apapun,” imbuhnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2021, penduduk miskin ekstrem di Indonesia mencapai 4,8% dari total penduduk miskin nasional di level 10,14%.
Tingkat kemiskinan ekstrem tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional yang didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021 sejumlah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa, dan pada Susenas September 2021 menjadi sebesar 9,71 persen atau 26,50 juta jiwa.