JAKARTA - Komisaris Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau Holding Pangan ID FOOD Bayu Krisnamurthi memperkirakan harga gandum tidak akan kembali naik karena saat ini telah menyentuh angka tertingginya.
“Harga gandum kalau menurut saya jika dilihat dari data sudah mencapai puncaknya jadi dugaan saya harga gandum akan mungkin belum turun tapi dia sudah tidak naik lagi,” katanya dalam BUMN ID FOOD Jalan Sehat di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Berdasarkan data Trading Economics pada Selasa (9/8), rata-rata harga gandum dunia telah mencapai 780,4 dolar AS per gantang atau naik 9,74 persen dari tahun lalu.
Menurut Bayu harga gandum tidak kembali naik mengingat saat ini Eropa dan Amerika baik Utara maupun Selatan sudah mulai panen gandum.
“Harga gandum tidak naik bahkan ada kecenderungan turun. Saya tidak mau bilang turun tapi kecenderungan turun,” ujarnya.
Selain itu, harga gandum dunia yang melonjak karena situasi geopolitik yang tidak menentu ini juga akan perlahan turun mengingat Rusia sudah mulai membuka jalur gandum dari Ukraina.
“Rasanya sih sudah pick harga gandum ini. Rusia sudah membuka jalur gandum Ukrainanya sehingga mulai bisa (didistribusikan) ke pasar,” jelas Bayu.
Di sisi lain, masih terdapat masalah yang perlu diperhatikan yaitu produksi produk olahan gandum pada September 2022 hingga Januari 2023 masih akan menggunakan gandum yang dibeli dengan harga tinggi pada Maret sampai Mei lalu.
Hal tersebut akan mempengaruhi biaya produksi yang tentu berdampak pada harga produk namun tidak akan terlalu tinggi.
Bayu mengatakan sejauh ini ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum pangan dan pakan cukup tinggi seiring konsumsi makanan olahan berbahan gandum yang semakin masif.
Ia menyebutkan sekitar 20 sampai 25 persen dari total konsumsi karbohidrat masyarakat Indonesia berasal dari gandum seperti mie, roti dan sebagainya.
Meski demikian, Bayu mengatakan kenaikan harga gandum seharusnya tidak terlalu berpengaruh terhadap dalam negeri jika Indonesia mampu melakukan diversifikasi agar tidak tergantung pada impor.
“Caranya adalah tepungisasi karena bahan bakunya kita punya. Umbi-umbian banyak sehingga kita tepung-kan dulu dan kita bikin olahannya,” jelas Bayu.