MEDAN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai Indonesia belum serius menghadapi Indonesia Emas 2045, era dimana terjadi ledakan penduduk usia produktif.
Fakta-fakta mengenai hal tersebut disampaikan LaNyalla saat mengisi Kuliah Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Daerah Sumatera Utara, bertema Konfigurasi Politik dan Hukum Menuju Indonesia Emas 2045 di Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab), Kamis (25/8/2022)
"Saya akan uraikan beberapa fakta yang menunjukkan bahwa kita sebagai bangsa belum secara serius menyiapkan era ledakan jumlah penduduk usia produktif tersebut. Pertama dari sisi kedaulatan ekonomi. Saat ini, Indonesia semakin memberikan karpet merah kepada kedaulatan pasar yang dipimpin Globalisasi Predatorik yang berwatak kapitalistik dan imperialistik," jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut membuat bangsa semakin tidak berdaulat dalam sektor pangan, farmasi, heavy industries, energi, sains dan teknologi, dan pertahanan.
"Celakanya, kita juga tidak berdaulat dalam legislasi. Karena, ada fenomena Undang-Undang yang dapat dipesan untuk kepentingan Oligarki ekonomi," katanya.
Fakta kedua adalah kualitas pendidikan di Indonesia yang semakin menjauhkan anak didik dari Ideologi dan nilai luhur lahirnya bangsa ini, termasuk jati diri dan karakter ke-Indonesia-an.
"Dan hal ini adalah fatal. Karena penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dapat dilakukan dengan metode damai non-militer. Dengan cara memecah belah persatuan, mempengaruhi, menguasai dan mengendalikan pikiran dan hati warga, agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai Cita-Cita dan Tujuan Nasional bangsa," ujarnya.
Akibatnya, cita-cita lahirnya negara ini, dimana salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, hanya diterjemahkan mencerdaskan otak saja. Tetapi bukan mencerdaskan kehidupan.
Fakta ketiga yang disampaikan LaNyalla adalah aneka paradoks yang semakin dirasakan dalam dua dekade belakangan ini, terutama setelah reformasi.
"Kita melihat pembangunan di Indonesia, tetapi bukan pembangunan Indonesia. Karena pembangunan di Indonesia sangat berbeda dengan Pembangunan Indonesia," terangnya.