JAKARTA - Dalam muqaddimahnya, Ibnu Khaldun Rahimahullah menjelaskan bahwa kaum Tsamud menggantikan kaum ‘Ad setelah mereka hancur. Tsamud kemudian digantikan bangsa Amalek, kemudian Himyar, kemudian Adhwa`, sampai kekuasaan beralih ke tangan Mudar.
Demikianlah Allah SWT berkuasa mengangkat dan merendahkan mahluknya. Begitupun yang terjadi pada kaum Tsamud kala nabi Saleh `Alaihissalam berdakwah.
Sebagaimana yang kita ketahui, kaum Tsamud merupakan keturunan kaum `Ad awal yang selamat dari peristiwa angin topan yang menghancurkan kaumnya.
Allah Subhanahu wa Ta`ala memberikan nikmat dengan menjadikan mereka berkuasa di daerah yang disebut Al-Hijr. Sedangkan Mada`in Shalih yang bermakna kota Shalih, merupakan tempat tinggal kaum Tsamud, tepatnya di Gunung Athlab.
Nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta`ala pula sehingga kaum Tsamud dapat mendiami rumah-rumah dengan memahat sebagian dari gunung-gunung dan bukit cadas, juga berbagai istana yang dibangun di tanah-tanah yang datar.
Tidak hanya itu, Allah Subhanahu wa Ta`ala juga memberi nikmat berupa wilayah mereka yang aman, subur, memiliki banyak kebun dan pepohonan seperti kurma, serta tersedianya sumber air. Sehingga kehidupan mereka makmur dan sejahtera.
Namun kaum Tsamud tidak mensyukuri berbagai nikmat dari Allah Subhanahu wa Ta`ala tersebut, keturunan mereka menyembah berhala berupa patung hingga menjadi tradisi turun-temurun.
Maka Allah Subhanahu wa Ta`ala mengutus seorang yang mulia, bertakwa dan dicintai di kalangan mereka. Al-Qur’an menjelaskan di dalam surah Al-A`raf (ke-7) ayat 73 bahwa misi utama dakwah nabi Saleh `Alaihissalam adalah untuk mengajak kaumnya beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala dan meninggalkan kesyirikan berupa menyembah patung berhala.
Beliau Alaihissalam mengingatkan berbagai peristiwa azab yang membinasakan umat-umat sebelumnya, yang disebabkan kekafiran, sombong, dan membuat kerusakan di muka bumi.
Nabi Saleh ‘Alaihissalam juga mengingatkan berbagai nikmat Allah Subhanahu wa Ta`ala kepada kaum Tsamud agar mereka mau bertakwa kepada Allah dan nabi-Nya, serta melarang menaati perintah orang yang melewati batas.
Nabi yang berasal dari bangsa Arab ini pun menerangkan bahwa dengan menyembah Allah Subhanahu wa Ta`ala dan tidak melakukan kesyirikan, maka Allah akan menurunkan rahmat-Nya dan memperkenankan doa hamba-Nya.
Maka berimanlah segolongan kaumnya yang fakir dan dianggap lemah oleh golongan lainnya, “… Sesungguhnya Kami percaya kepada apa yang disampaikannya.” (QS. Al-A’raf [ke-7] : 75).
Kondisi sebaliknya, “Sedangkan orang-orang yang menyombongkan diri berkata, “Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu percayai.” (QS. Al-A’raf [ke-7] : 76).
Dalam surah Al-Qamar (ke-54) ayat 24 dan 25 dijelaskan, bahkan mereka yang menolak dakwah itu menghina dan menyebut nabi Saleh `Alaihissalam sangat pendusta dan sombong, serta pengikutnya berada dalam keadaan sesat dan gila.
Nabi Saleh `Alaihissalam tetap berdakwah dengan hikmah dan menasehati yang baik dengan akhlak dan adab yang mulia kepada kaumnya. Semoga kita dapat memetik berbagai mutiara faedah berharga dari kisah ini. (Kontributor : Dicky Dewata)