JAKARTA - Wakil Ketua MPR-RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA., kembali mendesak Menteri Agama merealisasikan dana abadi pesantren untuk pengembangan pendidikan Islam. Desakan itu disampaikan Hidayat kepada Kementerian Agama, dalam forum Rapat Kerja Komisi VIII DPR-RI dengan Menteri Agama dan jajarannya, Rabu (7/9).
“Hingga saat ini dana abadi pesantren belum dirasakan realisasinya oleh para Kyai, Ustadz, dan masyarakat Pesantren. Padahal UU Pesantren sudah disahkan sejak tahun 2019. Dan sejak 2021 Presiden Jokowi sudah menandatangani Perpres Nomor 82/2021 soal Dana Abadi Pesantren. Sekali lagi Kami mendesak Menag dan Kemenag merealisasikan dana abadi Pesantren sebagai program afirmasi, paling lambat untuk tahun anggaran 2023,” disampaikan Hidayat dalam interupsinya pada Raker Komisi VIII dengan Menag dan Kemenag (Rabu (7/9/2022).
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid menyayangkan, hingga saat ini dana abadi Pesantren belum jelas wujudnya secara mandiri dan kongkret. Dikhawatirkan, kalaupun ada tapi itu masih tergabung dengan dana abadi pendidikan. Alhasil tidak ada transparansi alokasi berapa yang disisihkan untuk pesantren dan berapa untuk pendidikan umum.
Padahal, sejak tahun 2019 Pemerintah sudah membuat klasifikasi Dana Abadi lainnya pada Dana Abadi di Bidang Pendidikan. Yakni Dana Abadi Penelitian, dana Abadi Perguruan Tinggi, dan Dana Abadi Kebudayaan. Ketiganya kini sudah memiliki akumulasi dana masing-masing sebesar Rp 8 Triliun, Rp 7 Triliun, dan Rp 3 Triliun.
“Sejak awal, kami dari FPKS mendesak agar Dana Abadi Pesantren juga harus dipisahkan dari Dana Abadi Pendidikan. Misal dari Rp 90 Triliun Dana Abadi Pendidikan, Pesantren diberikan alokasi anggaran secara proporsional, misalnya Rp 10 Triliun, dengan imbal hasil LPDP sebagai pengelola selama ini di kisaran 5%, maka ada potensi tambahan tahunan Rp 500 Miliar hasil pengembangan yang bisa digunakan untuk pengembangan kualitas pendidikan Pesantren, santri dan keagamaan,” sambungnya.
Desakan terkait realisasi Dana Abadi Pesantren untuk dioptimalkan tersebut juga datang dari konstituen. Baik para Kyai, Ustadz, dan pengelola Pesantren di Jakarta, dan juga seluruh Indonesia. Selain soal hak pesantren yang sudah mereka ketahui, desakan itu merupakan bagian dari kekecewaan yang lebih besar terkait timpangnya keberpihakan anggaran pendidikan bagi pendidikan umum dan pendidikan keagamaan termasuk untuk Pesantren.
“Selama ini 20% APBN yang digunakan untuk bidang Pendidikan, sebagian besarnya dialokasikan bagi pendidikan umum. Ketika ada alternatif baru melalui UU Pesantren yakni Dana Abadi Pesantren, ternyata keberpihakan dan realisasinya tetap lemah. Ini yang menjadi aspirasi kami dan para tokoh pendidikan keagamaan di Dapil, agar Menag membenahi, memperjuangkan dan segera mewujudkan hal ini,” lanjutnya.
Dalam Rapat Kerja tersebut, pihak Menag menyatakan kesiapan untuk menyusun roadmap pendidikan keagamaan, di antaranya berisi soal strategi anggaran, dan keberpihakan guru, yang nantinya akan dipresentasikan kepada Komisi VIII DPR-RI.
“Kami berharap dan akan memastikan bahwa strategi pengelolaan dana abadi pesantren yang mandiri, inklusif, dan berdampak positif bagi Pesantren, juga masuk ke dalam roadmap pendidikan keagamaan. Sehingga ke depan civitas Pesantren bisa merasakan manfaat program afirmatif yang masif dan berkelanjutan, sebagai bukti dilaksanakannya UUD-NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5,” pungkasnya.