JAKARTA- Sawah seorang petani bernama Chen Lei di wilayah Changfeng, Provinsi Anhui, China timur, diperkirakan masih akan menuai hasil panen melimpah pada akhir Oktober nanti walau melewati cuaca panas dan kekeringan.
Varietas padi yang hemat air dan tahan kekeringan yang ditanam oleh Chen disemai di lahan kering, bukan di sawah, sementara hasilnya hampir sama dengan padi biasa.
Di Kota Hefei, ibu kota Provinsi Anhui, yang berjarak sekitar 20 kilometer, sebuah seminar yang diadakan pada akhir September lalu mempertemukan para ahli di seluruh China untuk membahas varietas padi baru ini.
"Konsumsi air pertanian menyumbang lebih dari 70 persen dari total konsumsi air di China, dan irigasi padi menyumbang lebih dari 70 persen dari konsumsi air pertanian," ujar Luo Lijun, kepala ilmuwan dari Pusat Gen Agrobiologi Shanghai.
Setelah penelitian selama bertahun-tahun, Luo dan timnya menggabungkan padi tradisional berkualitas baik dengan padi gogo yang tahan kekeringan untuk membudidayakan varietas baru, yang dapat menghemat sekitar 50 persen air dan 30 persen penggunaan pupuk.
Saat cuaca panas dan kekeringan melanda banyak wilayah di China tahun ini, varietas padi baru ini telah membantu banyak petani mengamankan produksi.
Menurut Luo, hingga saat ini lebih dari 3 juta mu (200.000 hektare) varietas ini telah ditanam di China, termasuk sekitar separuhnya di Anhui.
"Meski didera cuaca panas terus-menerus, tahun ini saya hanya dua kali mengairi sawah, dan padi masih tumbuh dengan baik," tutur Chen, yang memperluas sawahnya dari 300 mu (20 hektare) tahun lalu menjadi 1.000 mu (66 hektare).
Berkat varietas baru ini, Chen juga menggunakan lebih sedikit listrik untuk irigasi, serta dapat menghemat pestisida dan herbisida.
Sementara itu, padi hemat air dan tahan kekeringan dapat mengurangi sekitar 90 persen emisi metana, gas rumah kaca, dibandingkan dengan varietas biasa, jelas Zhou Sheng, Wakil Direktur Pusat Penelitian Teknik Pertanian Rendah Karbon Shanghai, di seminar tersebut.
Tim Luo bekerja keras untuk mencapai area penanaman tahunan sebesar 10 juta mu (sekitar 667.000 hektare) bagi varietas baru tersebut pada periode 2021-2025, yang akan mengurangi 156.000 ton emisi metana dari sawah setiap tahunnya, setara dengan sekitar 4,4 juta ton karbon dioksida.
Varietas istimewa ini juga telah diperkenalkan ke hampir 20 negara di luar negeri, termasuk 11 negara di Afrika, menurut Liu Zaochang, seorang peneliti di Pusat Gen Agrobiologi Shanghai.
"Kami telah mengembangkan varietas baru berdasarkan iklim dan cuaca setempat negara-negara asing, yang ingin berkontribusi dalam andil kita bagi ketahanan pangan global," kata Liu.