JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah menetapkan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron sebagai tersangka. Dia diduga terjerat dalam kasus dugaan korupsi suap terkait lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten Bangkalan.
"Benar, saat ini KPK sedang melakukan penyidikan dugaan korupsi suap terkait lelang jabatan yang diduga dilakukan oleh kepala daerah dan beberapa pejabat di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (31/10).
Selain Bupati Bangkalan, lanjut Ali, tim penyidik KPK juga menjerat lima pihak lainnya sebagai tersangka. Meski demikian, KPK tidak bisa menjelaskan secara rinci terkait konstruksi perkara dan pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Sejauh ini ada 6 orang tersangka, namun uraian perbuatan dan pasal yang disangkakan akan kami informasikan secara lengkap tentunya setelah proses penyidikan ini kami anggap cukup," ucap Ali.
Oleh karena itu, KPK meminta masyarakat turut mengawal setiap prosesnya, dan berharap dapat turut aktif apabila memiliki informasi yang diduga terkait dengan perkara yang dapat di sampaikan kepada Tim Penyidik maupun sarana aduan yang dimiliki KPK lainnya.
"KPK sangat terbuka untuk selalu memberikan perkembangan informasi dari kegiatan penanganan perkara ini," ucap Ali.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Abdul Latif Amin Imron ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap senilai Rp 3,9 miliar, terkait jual beli jabatan di lingkunga Pemkab Bangkalan.
Selain itu, orang nomor satu di Kabupaten Bangkalan itu diduga menerima gratifikasi senilai kurang lebih Rp 70 miliar. Ia diduga menerima sejumlah duit sogokan dari berbagai pihak calon pejabat di Pemkab Bangkalan, seperti para kepala dinas yang sedang mengikuti lelang jabatan.
Sebagai imbalannya, Abdul Latif Amin Imron pun meminta ‘mahar’ dengan tarif tertentu. Adapun tarif menjadi seorang pejabat eselon dua, tiga hingga empat dipatok bervariasi antara Rp 150 juta sampai dengan Rp 250 juta.
Abdul Latif diduga melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tengan Pemberantasan Tipikor, Jo Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.