JAKARTA - Seperti bola salju, isu ketahanan pangan terus menggelinding di negeri ini. Kontribusi sektor perikanan, khususnya sumbangsih nelayan kecil, ada di tengah gelindingan isu tersebut.
Di tengah isu ketahanan pangan, keberadaan ikan dan nelayan kecil sangatlah strategis. Korelasi keduanya pun menyerupai dua sisi mata uang, saling melengkapi, saling menyempurnakan.
Jika merujuk kepada regulasi terbaru, ikan telah masuk dalam daftar komoditas Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Regulasi dimaksud adalah Perpres No.125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
"Pangan pokok tertentu yang ditetapkan sebagai CPP meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan," demikian tertuang pada pasal 3 dalam perpres yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2022 itu.
Menurut Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, payung hukum tersebut merupakan landasan bagi penguatan tata kelola dan ekosistem pangan nasional.
“Perpres CPP ini wujud hadirnya negara melindungi ekosistem pangan dari hulu hingga hilir, dengan memberi kepastian harga di tingkat produsen (petani, peternak, dan nelayan) supaya tetap berproduksi dan kepastian harga di tingkat konsumen. CPP dapat dioptimalkan untuk menanggulangi kebutuhan pangan apabila terjadi bencana alam, bencana sosial, dan kedaruratan lainnya, serta bantuan pangan luar negeri,” papar Arief.
Sekali lagi, dalam regulasi pangan terbaru, ikan telah masuk dalam daftar Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Terkait hal ini, sudah sewajarnya peran nelayan (khususnya nelayan kecil) lebih dioptimalkan. Sebab, dalam rantai pasok komoditas ikan, keberadaan mereka sebagai produsen sangat menentukan di sisi hulu.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia telah menegaskan keberpihakan terhadap jerih payah nelayan kecil. Tentu, keberpihakan ini bertujuan untuk melindungi nasib nelayan kecil, sekaligus mengamankan ketahanan pangan nasional.
Tak hanya di dalam negeri, keberpihakan tersebut juga tersuarakan di kancah global. Pada pertengahan tahun lalu, di forum United Nation Oceans Conference (UNOC) 2022 di Lisbon, Portugal, KKP menungkapkan pentingnya peran perikanan skala kecil dalam menopang ketahanan pangan Indonesia. Hal tersebut didukung oleh data statistik perikanan Indonesia bahwa sekitar 2,1 juta orang di wilayah pesisir terlibat dalam perikanan skala kecil.
Disinggung sebelumnya, bahwa nelayan berperan penting dalam rantai pasok komoditas ikan, khususnya di sisi hulu. Terkait hal ini, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, M. Zaini Hanafi mengatakan, sudah menjadi tugas KKP untuk memastikan akses nelayan skala kecil terhadap sumber daya kelautan dan perikanan. Bahkan , tegas dia, nelayan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota.
“Nelayan kecil terus kita utamakan, kita berdayakan dan kita dorong agar semakin maju dan mandiri. Karena selain menopang ketahanan pangan, perikanan skala kecil menjadi penggerak perekonomian bangsa,” ujarnya di sela rangkaian UNOC 2022 di Lisbon, Portugal, seperti dikutip dari laman resmi KKP.
KKP berkomitmen untuk menjamin ketersediaan kuota serta melindungi wilayah penangkapan ikan nelayan kecil dari operasi penangkapan skala besar.
“Pemerintah menjamin ketersediaan kuota untuk nelayan skala kecil/lokal sebagai prioritas. Selain itu, regulasi zona penangkapan ikan dan alat penangkapan ikan dibuat untuk memastikan daerah penangkapan perikanan skala kecil terlindungi dari operasi penangkapan ikan skala besar,” kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP, Ridwan Mulyana.
Komitmen lain ditunjukkan melalui program perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil. Program ini antara lain berupa penyediaan akses permodalan, kelembagaan/koperasi, iptek, dan pemasaran. Upaya tersebut, lanjut Ridwan, dilakukan untuk melaksanakan perintah UU No. 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya ikan dan petambak garam.
“Untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan perikanan skala kecil, KKP juga melibatkan banyak mitra dan dukungan dari pelaku usaha. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk memberikan perhatian khusus terhadap nelayan kecil terutama terkait regulasi, perlindungan dan pemberdayaan,” ujar Ridwan, dikutip dari laman resmi KKP.
Komitmen berikutnya tecermin dari pengembangan kampung nelayan maju atau Kalaju, yang merupakan program prioritas 2022. Inilah program lintas sektor dan instansi, serta terintegrasi guna menciptakan dampak besar perikanan skala kecil bagi masyarakat.
Keberpihakan terhadap nelayan kecil yang ditunjukkan oleh pemerintah senafas dengan komitmen DPR RI. Komitmen ini tecermin dari penetapan
Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebagai indikator pembangunan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak tahun 2021.
“Mengapa dimasukkan NTN? Kami ingin melihat sejauh mana keberpihakan pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan kecil. Dimana, hal tersebut diukur melalui NTN,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin, seperti dikutip dari laman resmi DPR RI.
NTN merupakan alat ukur kesejahteraan nelayan yang diperoleh dari perbandingan besarnya harga yang diterima dengan harga yang dibayarkan oleh nelayan. Pada APBN 2022, pemerintah dan DPR telah menetapkan NTN sebesar 104-106 dan pada APBN 2023 naik menjadi 107-108.
Sejauh ini, APBN telah berupaya untuk menyentuh kebutuhan dasar nelayan kecil. Menurut Puteri, hal tersebut terlihat dari pengalokasian DAK Fisik Bidang Kelautan dan Perikanan, Dana Bagi Hasil Perikanan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor kelautan dan perikanan, hingga Bantuan Sosial.
“Kemudian ketika menghadapi dampak kenaikan harga BBM kemarin pun, APBN juga diarahkan untuk tetap melindungi daya beli kelompok rentan, seperti nelayan, melalui bantuan sosial. Banyak sekali nelayan yang terpaksa berhenti melaut karena imbas kenaikan harga BBM. Ketika mereka memaksa untuk pergi melaut, hasil tangkapannya tidak sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Karenanya, pemerintah daerah harus mengalokasikan 2 persen dari DAU/DBH untuk bansos yang menyasar nelayan, dengan total anggaran mencapai Rp2,17 triliun,” papar Puteri.
Uraian di atas mempertegas satu hal: KKP bersungguh-sungguh melindungi kesejahteraan dan mata pencaharian nelayan kecil. Kendati skala penangkapannya kecil, namun peran nelayan kecil tidak bisa dan tidak boleh dikecilkan. Salut untuk KKP dan nelayan kecil.