JAKARTA - Pada 26 Desember 2004 terjadi peristiwa gempa bumi dahsyat yang mengakibatkan Tsunami di Aceh dan sekitarnya.
Saat itu pesisir Aceh disapu gelombang tsunami dahsyat pasca gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia.
Gempa yang terjadi, bahkan disebut ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah.
Kejadian itu terjadi pada hari Minggu, hari yang semestinya bisa digunakan oleh masyarakat untuk beristirahat, berkumpul bersama keluarga, dan menikmati libur akhir pekan bersama.
Tapi tidak dengan Minggu saat itu, masyarakat justru harus berhadapan dengan alam yang tengah menunjukkan kekuatannya.
** Sejarah Terjadinya Peristiwa Tsunami di Aceh
Dilansir dari DW, tsunami Aceh didahului gempa yang terjadi pada pukul 07.59 WIB. Tidak lama setelah itu, muncul gelombang Tsunami yang diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.
Gelombang besar nan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, binatang ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan.
Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan.
Bencana kemanusiaan terbesar Sehari setelah kejadian, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Sejak saat itu, bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat. Termasuk pesawat militer dari Jerman hingga kapal induk milik Amerika Serikat didatangkan ke lokasi bencana.
Selang beberapa hari dan proses pencarian korban terus digencarkan, PBB pada 4 januari 2005, mengeluarkan taksiran awal bahwa jumlah korban tewas sangat mungkin melebihi angka 200.000 jiwa.
Jumlah korban dari peristiwa alam tersebut disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini.
Gempa dan Tsunami di Minggu pagi itu tidak hanya menimpa wilayah Aceh dan Sumatera Utara, tapi juga wilayah negara lain yang terletak di kawasan Teluk Bengali, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Thailand.
Sementara di Aceh, bencana yang menghantam begitu kerasnya ini memutuskan semua jaringan listrik juga komunikasi di sana. Sehingga kondisi benar-benar darurat.
Awalnya ratusan orang sudah ditemukan meninggal, tidak tahu lagi ada berapa banyak yang hilang akibat tersapu gelombang, tertimpa reruntuhan, dan sebagainya. Warga yang masih selamat pun kehilangan tempat tinggalnya, jumlahnya bukan hanya ratusan, tapi ratusan ribu, mereka harus hidup di lokasi pengungsian.
Bencana ini sontak menjadi bencana nasional dan menjadi pemberitaan utama media hingga beberapa bulan setelahnya.
Presiden ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono bahkan menetapkan 3 hari berkabung sebagai bentuk simpati negara dan bangsa Indonesia pada bencana yang melanda.
Dengan banyaknya bantuan dan perhatian pada wilayah terdampak bencana, baik yang datang dari Tanah Air maupun dunia internasional, Aceh perlahan kembali tertata. Tidak hanya secara infrastruktur dan bangunan, namun juga perekonomian, juga psikologis masyarakatnya.
Di Aceh, pada tahun 2009 didirikan sebuah museum untuk mengenang kejadian pilu itu. Museum itu adalah Museum Tsunami Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh.
Arsitek dari museum tersebut adalah Ridwan Kamil yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Barat. Di dalam museum ini, terdapat beragam diorama yang menggambarkan peristiwa, juga daftar nama mereka yang menjadi korbannya.
Museum ini bukan hanya menjadi situs untuk mengenang keganasan gempa dan 16 tahun tsunami Aceh, namun juga menjadi pusat pembelajaran dan pendidikan kebencanaan bagi masyarakat.
** Hari Libur di Aceh
Tanggal 26 Desember merupakan hari libur resmi bagi pekerja pada perusahaan yang melakukan usahanya di Aceh.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh tentang Hari Libur Resmi Memperingati Gempa dan Tsunami Aceh yang ditetapkan pada 24 Juni 2019.
Pemerintah provinsi Aceh menetapkan hari libur tersebut untuk memperingati bencana gempa dan tsunami Aceh pada 2004 lalu.
Meski demikian, pengusaha bisa saja mempekerjakan karyawannya pada hari libur yang telah ditetapkan jika karyawan tersebut tidak keberatan dan diberikan upah lembur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada hari ini, peringatan tsunami juga akan digelar untuk memperingati bencana alam yang mengakibatkan korban jiwa hingga ratusan ribu tersebut.
Selain itu, peringatan ini juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat, khususnya generasi muda untuk selalu siaga dan tangguh bencana. (*)