Bandung - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengakui tidak mudah bagi dirinya yang berlatar belakang non hukum untuk mempelajari hukum. Hingga akhirnya bisa meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat cumlaude, IPK 4.0 dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung.
Ketua Promotor Prof. Dr. Ahmad Ramli bahkan menilai disertasi Bamsoet tentang "Peranan dan Bentuk Hukum Pokok-Pokok Haluan Negara Sebagai Payung Hukum Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan Dalam Menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas" sebagai hasil penelitian yang realistik sekaligus futuristik, karena berbasiskan ilmu pengetahuan dan realita yang ada, dengan juga memberikan solusi berupa menghadirkan PPHN tanpa amandemen, yakni melalui konvensi ketatanegaraan dari delapan lembaga tinggi negara, sehingga bisa diterapkan sebagai landasan pembangunan nasional yang berkesinambungan di masa mendatang.
Bamsoet mengungkapkan, motivasi belajar ilmu hukum, banyak dilatarbelakangi oleh pekerjaan dirinya sebagai wartawan, anggota Komisi III DPR RI yang membidangi Hukum, Keamanan, dan HAM, Ketua Komisi III DPR RI, pimpinan dan anggota berbagai Pansus RUU seperti Pansus Angket Bank Century, serta sebagai Ketua DPR RI yang berhasil mendorong revisi UU KPK dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang bertahun-tahun mengalami kemacetan, serta meletakan dasar pembahasan RUU KUHP dan berbagai undang-undang lainnya yang mengalami kebuntuan.
"Hingga kini sebagai Ketua MPR RI yang banyak berhubungan dengan hukum, utamanya saat ini adalah hukum tata negara. Menjadikan semangat saya semakin kuat dan tinggi, khususnya untuk menghadirkan perangkat hukum berupa PPHN agar pembangunan nasional bisa berjalan berkesinambungan, tidak serampangan apalagi mangkrak dan berhenti ditengah jalan," ujar Bamsoet usai lulus Sidang Promosi Terbuka Doktor Ilmu Hukum dari FH Unpad, Bandung, Sabtu (28/1/23).
Turut hadir pimpinan lembaga negara dari tiga cabang kekuasaan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Antara lain para Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Hidayat Nur Wahid, Yandri Susanto, dan Fadel Muhammad.
Ketua BPK Isma Yatun, Ketua MK Prof. Anwar Usman bersama istri Idayati, Ketua KY Prof. Mukti Fajar Nur Dewata, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus, serta Wakil Ketua DPD RI Sultan Najamudin.
Hadir pula Jajaran Kabinet Indonesia Maju antara lain Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Serta Ketua KPU Hasyim Asy`ari, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sekaligus mewakili Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa, dan Ketua KPPU M. Afif Hasbullah.
Sestama Badan Intelejen Negara (BIN) Komjen Pol Bambang Sunarwibowo, Sestama BPIP Karyoto, Kepala BSSN Letjen TNI AD (P) Hinsa Siburian. Serta jajaran anggota Komisi III DPR RI antara lain Habib Aboe Bakar Al-Habsy, Sarifuddin Sudding, Arteria Dahlan, Masinton Pasaribu, Herman Herry, dan Sari Yuliati.
Bamsoet menjelaskan, selain mengikuti perkuliahan sebagai persyaratan untuk bisa maju promosi doktor, dirinya juga telah melakukan pemeriksaan kemiripan/plagiasi penulisan dengan “Turnitin, hanya 9 persen”.
Bamsoet juga sudah menulis dua artikel yang telah diterbitkan pada Jurnal terindeks Scopus. Pertama, dengan judul ”The Principles Of State Guidelines As Legal Basis And Legal Politic For Sustainable Development In Facing The Industrial Revolution 5.0”. Kedua, berjudul ”The Staples Of The State Policy As The Legal Basis For Sustainable Development To Face The Industrial Revolution 5.0 and Golden Indonesia”.
"Penelitian ini menemukan kebenaran ilmiah terkait konseptual PPHN sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkesinambungan dalam rangka menghadapi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas. Indonesia tidak mungkin melepaskan pengaruh Industri 5.0. Perlu ada landasan hukum yang kuat agar pembangunan Indonesia tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga berkesinambungan dengan ekonomi yang terus tumbuh. Sehingga menjadikan Indonesia sanggup bersaing secara global," jelas Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, terkait PPHN dalam dimensi Revolusi Industri 5.0 dan Indonesia Emas, dirinya menekankan bahwa PPHN harus mampu memposisikan keberadaannya dalam perubahan dunia yang sangat cepat, sangat kompetitif, dan berbasis transformasi digital.
PPHN harus mampu melanjutkan seluruh temuan teknologi dan ekosistem yang lahir dari perkembangan Industri 5.0 yang merupakan koreksi bahwa pendekatan teknologi dan ekosistem harus berpusat pada peran manusia.
"PPHN juga harus mampu mewujudkan seluruh teknologi digital agar diperuntukkan dan tetap berada di bawah kendali manusia, mampu menghadapi kompetisi global yang sangat keras melalui kesinambungan pembangunan dari satu periode ke periode berikutnya, hingga menata berbagai kebijakan dan regulasi nasional dengan tujuan memperkuat kedaulatan dan pertumbuhan ekonomi, serta kehidupan sosial politik dan budaya yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan berkesinambungan," terang Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, penelitian ini juga menghasilkan saran agar MPR RI dapat segera membentuk Tim Persiapan Pembentukan PPHN yang bertugas sebagai unit persiapan pelembagaan PPHN, termasuk konsepsi substansi dan struktur hukum PPHN.
MPR RI sebagai lembaga negara perlu melakukan konsolidasi internal dan eksternal dalam rangka memperkuat kedaulatan rakyat sesuai UUD NRI Tahun 1945, yang dimanifestasikan dalam PPHN.
"Selain juga mendorong DPR melakukan perubahan/revisi terhadap UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan dengan menghapus Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b, Mendorong DPR melakukan perubahan/revisi terhadap UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dengan menambah kewenangan MPR membentuk TAP MPR yang bersifat mengatur atau regeling dan Langkah konkrit melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi UU Nomor 12 Tahun 2011, dengan meniadakan penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b," pungkas Bamsoet.