JAKARTA – Kasus pamer harta yang menimpa pejabat Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, dkk masih terus berlanjut. Kemenkeu sendiri turun tangan secara langsung dalam menyelidiki kasus pamer harta yang berujung adanya dugaan transaksi tak wajar di tubuh lembaganya.
Hal serupa juga pernah dialami oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), tepatnya pada sekitar bulan September 2022 yang lalu, seorang perwira polisi terlihat memamerkan harta dengan memakai beragam baju bermerek dan koleksi sepeda berharga fantastis.
Andir Rian yang saat ini menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan juga pernah terlibat kasus pamer harta seperti Rafael Alun, dkk. Bedanya, kasus Andi kerap tenggelam dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ataupun Polri tidak melakukam tindakan apapun.
Terkait hal tersebut, Bambang Rukminto dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) mengatakan bahwa ada 2 perilaku organisasi yang berbeda dari kedua institusi negara tersebut. Kasus yang berkaitan dengan perilaku hedonisme dan indikasi koruptif yang dilakukan personelnya tentu akan dilihat oleh publik.
“Publik tentu akan membandingkan siapa yang lebih tegas dalam mengambil kebijakan, Kapolri atau Menteri Keuangan,” ujar Bambang, Selasa (14/3).
Menurutnya, upaya bersih-bersh yang dilakukan Menkeu, Sri Mulyani ataupun Kapolri Listyo Sigit, jangan hanya sekedar retorika belaka namun juga memiliki aksi yang nyata.
“Membandingkan upaya bersih-berdih di institusi itu hanya sekedar retorika atau aksi nyata?,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada, Zaenur Rohman mengatakan bahwa tindakan hedonisme itu cenderung menyakiti masyarakat.
“Meskipun (pamer harta) bukan masalah hukum, tapi itu bisa mencederai rasa solidaritas terhadap masyarakat yang mana masih banyak yang mengalami kesusahan,” ungkapnya.