• Info MPR

PPHN Sebagai Jaminan Konstitusional Proses Transformasi Indonesia 2045

Agus Mughni Muttaqin | Kamis, 20/07/2023 20:30 WIB
PPHN Sebagai Jaminan Konstitusional Proses Transformasi Indonesia 2045 Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet). (Foto: Humas MPR)

JAKARTA - Peta jalan menuju dan mewujudkan profil Indonesia Emas 2045 adalah rangkaian proses negara-bangsa bertransformasi untuk menjadi salah satu kekuatan utama ekonomi dunia. Konsistensi proses itu harus dijaga dan dirawat oleh sistem hukum ketatanegaraan yang kuat dan efektif. Menjadi sangat ideal jika peta jalan, realisasi semua agenda strategis dan rangkaian prosesnya ditetapkan dalam Pokok-pokok halauan negara (PPHN) yang wajib dipatuhi setiap administrasi pemerintahan.

Dalam sistem hukum ketatanegaraan untuk pembangunan berkelanjutan, PPHN menjadi amat penting dan sangat dibutuhkan. Apalagi ketika negara-bangsa bertekad menjadi salah salah satu kekuatan utama ekonomi dunia pada satu abad usia kemerdekaan Republik Indonesia, PPHN yang menjadi panduan proses pembangunan berkelanjutan itu idealnya dipahami sebagai jaminan konstusional mewujudkan Indonesia Emas 2045 itu.

PPHN-lah yang menetapkan dan memerintahkan kepada setiap pemerintahan untuk berfokus pada Visi Indonesia 2045. Visi itu meliputi pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan pemantapan ketahanan nasional serta tata kelola pemerintahan.

Manakala visi itu sudah disepakati melalui lembaga perwakilan rakyat, masyarakat Indonesia harus memperoleh jaminan konstitusional melalui PPHN bahwa peta jalan Indonesia Emas 2045 dengan segala programnya itu harus dan akan dilaksanakan oleh setiap administrasi pemerintahan dengan konsisten sesuai penjadualan. Jaminan konstitusional itu diperlukan terutama karena peta Jalan Indonesia Emas 2045 harus dipahami sebagai gerak maju negara-bangsa menanggapi perubahan zaman dengan segala tantangan dan peluangnya. Karena harus terus bergerak maju, tidak boleh ada toleransi bagi segala sesuatu yang menghambat atau menjadi penghalang.

Lebih dari itu, dengan adanya jaminan konstitusional itu, PPHN secara tidak langsung mencegah setiap administrasi pemerintahan—pusat maupun daerah—untuk bereksperimen melalui program-program yang tidak sejalan dengan target Profil Indonesia Emas 2045. Sudah barang tentu bahwa setiap Presiden atau kepala pemerintahan memiliki rancangan program pembangunan. Tetapi, apa pun rancangan programnya, tetap harus berpijak pada panduan PPHN bagi transformasi negara-bangsa mewujudkan profil Indonesia Emas 2045.

Dengan adanya PPHN, setiap administrasi pemerintahan di pusat dan daerah akan selalu diingatkan bahwa profil Indonesia Emas 2045 itu adalah kehendak semua elemen rakyat yang kesepakatannya ditetapkan oleh lembaga perwakilan melalui dokumen PPHN yang dirumuskan MPR. Ketidakpatuhan pada PPHN tentu membawa konsekuensi logis sesuai amanat konstitusi.

Perubahan zaman, perkembangan teknologi serta ragam dampak perubahan iklim ibarat berkat tersembunyi (a blessing in disguise) bagi Indonesia. Di sela-sela dampak positif dan negatif dari semua itu, perubahan-perubahan tersebut justru menghadirkan momentum bagi Indonesia untuk bertransformasi. Dampak perubahan iklim, misalnya, mengharuskan Indonesia fokus pada upaya mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. Juga karena perubahan iklim, Indonesia harus mempercepat tersedianya energi baru terbarukan (EBT).

Sedangkan perkembangan teknologi mengharuskan Indonesia melakukan percepatan pembangunan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), digitalisasi pada berbagai aspek kehidupan, dan segera memenuhi kebutuhan talenta digital. Percepatan tersedianya infrastruktur sangat perlu agar semua daerah, termasuk wilayah pelosok, terjangkau jaringan internet.

Selain itu, sumber daya alam (SDA) yang dikuasai negara ternyata menjadi begitu berharga karena dibutuhkan pasar dan komunitas internasional, kini dan di masa depan. Kecenderungan ini memperkuat keyakinan Indonesia untuk melaksanakan hilirisasi SDA. Dua tujuan strategis bisa diwujudkan melalui hilirisasi SDA; yakni memampukan negara memanfaatkan semua potensi SDA untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan tak kalah pentingnya adalah melaksanakan pendalaman sektor industri untuk menciptakan banyak lapangan kerja serta menjadi negara produsen barang jadi.

Dengan begitu, adalah keniscayaan dan juga sangat beralasan jika dalam program pembangunan berkelanjutannya Indonesia menetapkan target besar dan strategis pada dua-tiga dasawarsa mendatang. Sebab, masyarakat Indonesia memiliki kekayaan SDA yang cukup berlimpah. Mulai dari emas, tembaga, bauksit, nikel, timah, batu bara hingga kelapa sawit, karet, kelapa, kopi, kakao, teh dan rempah-rempah lainnya.

Indonesia pun mampu mempercepat tersedianya energi terbarukan yang bersih. Sebagai bagian dari komunitas global yang telah bersepakat untuk menghentikan penggunaan energi fosil yang polutif, Indonesia sedang giat mewujudkan tersedianya energi alternatif. Untuk menyediakan EBT, Indonesia pun memiliki modal yang lebih dari cukup, dengan potensi lebih dari 400.000 Mega Watt (MW). Dan, 50 persen di antaranya atau sekitar 200.000 MW adalah potensi energi surya. Pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025.

Selain itu, potensi energi hijau yang bersumber dari pembangkit listrik tenaga hidro pun cukup besar karena Indonesia memiliki 4.400 sungai. Belum lagi potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal). Pembangkit geothermal sangat melimpah dengan potensi mencapai 29 ribu megawatt, namun baru bisa direalisasikan sekitar 2.000 Megawatt.

Itulah beberapa agenda transformasi ekonomi yang harus menjalani proses berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045. Tentu saja rangkaian proses untuk merealisasikan semua agenda transformasi ekonomi itu menuntut konsistensi. Proses berkelanjutan itu akan terlaksana jika kehendak melakukan transformasi ekonomi diperintahkan, dijaga dan dirawat oleh sistem hukum ketatanegaraan yang kuat dan efektif. Dalam konteks ini, rahim hukum ketatanegaraan harus melahirkan PPHN demi terwujudnya profil Indonesia Emas 2045.

Tanpa PPHN, sama artinya tidak ada jaminan konstitusional bahwa peta jalan menuju dan mewujudkan Indonesia Emas 2045 akan dipatuhi dan dilaksanakan dengan konsisten oleh setiap administrasi pemerintahan. Sebab, sejalan dengan sistem politik, setiap lima tahun Indonesia bisa mengganti kepala pemerintahan, baik presiden maupun kepala daerah. Dan, karena tanpa PPHN, tidak ada kewajiban presiden atau kepala daerah untuk melanjutkan proses merealisasikan semua agenda transformasi ekonomi itu.

[Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/Ketua Dewab Pembina Alumni Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Borobudur Jakarta, Universitas Terbuka (UT) dan Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA)
]