JAKARTA - Korea Utara dapat meluncurkan rudal balistik antarbenua atau mengambil tindakan militer lainnya untuk memprotes pertemuan puncak Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang. Hal itu diungkapkan seorang anggota parlemen Korea Selatan mengatakan pada hari Kamis, 17 Agustus 2023, mengutip badan intelijen negara tersebut.
Presiden AS Joe Biden akan bertemu di Camp David pada hari Jumat dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, berharap untuk mempererat hubungan antara Seoul dan Tokyo di tengah ancaman nuklir dari Korea Utara pada saat pengaruh regional China tumbuh.
Korea Utara telah mengkritik kerja sama militer yang semakin dalam dari ketiga negara sebagai bagian dari awal yang berbahaya untuk pembentukan "NATO versi Asia".
Negara tertutup itu juga dapat mencoba peluncuran satelit mata-mata lain pada akhir Agustus atau awal September setelah upaya pertamanya gagal pada Mei, kata Yoo Sang-bum, anggota parlemen Korea Selatan, kepada wartawan.
Berbicara setelah pertemuan dengan kepala Badan Intelijen Nasional, Yoo mengatakan ada kemungkinan Korut akan meluncurkan satelit itu untuk merayakan hari jadinya pada 9 September.
Pemimpinnya, Kim Jong Un, telah menetapkan prioritas untuk melakukan peluncuran pada paruh kedua tahun ini, tambah Yoo.
Korea Utara dan Rusia menyepakati kerja sama pertahanan yang luas ketika menteri pertahanan Rusia bertemu Kim bulan lalu dan menyaksikan parade militer bersamanya di ibu kota, Pyongyang, kata Yoo mengutip intelijen Korea Selatan.
"Badan Intelijen Nasional mengantisipasi bahwa Rusia dan Korea Utara akan mempercepat kerja sama pertahanan mereka dan melacak dengan cermat gerakan" untuk menemukan kemungkinan transfer teknologi rudal nuklir Rusia ke Korea Utara, tambahnya.
Pejabat Rusia tampaknya telah mengunjungi Korea Utara bulan ini untuk membahas rincian kerja sama militer dan Korea Selatan melihat tanda-tanda pengiriman pasokan militer dari Pyongyang dengan pesawat Rusia pada 8 Agustus, katanya.
Washington mengkritik Korea Utara karena menyediakan senjata ke Rusia untuk perangnya di Ukraina, yang oleh Rusia disebut sebagai "operasi khusus".
Pada hari Rabu, Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap tiga entitas yang dituduh terkait dengan kesepakatan senjata antara kedua negara.
Pyongyang dan Moskow membantah transaksi senjata.
Kementerian luar negeri Korea Selatan menyambut baik langkah terbaru AS itu, dengan mengatakan pihaknya juga akan meninjau penerapan sanksi lebih lanjut terhadap Korea Utara yang bertujuan untuk mengekang pengembangan senjata ilegal dan perdagangan senjatanya.
"Setiap negara anggota PBB harus segera menghentikan kerja sama militer dengan Korea Utara, termasuk transaksi senjata ilegal, yang mengancam perdamaian dan stabilitas masyarakat internasional," kata juru bicara kementerian itu dalam pengarahan.