JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 diharapkan mampu mengakselerasi pencapaian sejumlah target pembangunan dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
"Perhatian pada infrastruktur sebagai program utama yang menjangkau beberapa bidang prioritas mesti berimbang dengan sektor lainnya," kata Lestari dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Postur RAPBN 2024 dan Visi Indonesia Menuju 2045 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (27/9).
Menurut Lestari, sejatinya Pemerintah telah menetapkan penguatan dukungan pendanaan pada bidang prioritas seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, dan ketahanan pangan dengan perkiraan pemulihan ekonomi global sampai dengan akhir tahun 2023 masih tertahan.
Rerie, sapaan akrab Lestari, berharap di tengah tantangan global itu, Indonesia mampu memanfaatkan bonus demografi dan siap menghadapi disrupsi teknologi agar sumber daya manusia Indonesia bisa produktif, inovatif, berdaya saing.
Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, bila APBN 2024 tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai instrumen transformasi sejumlah sektor, dikhawatirkan sejumlah target pembangunan sulit tercapai.
Rerie berharap postur APBN 2024 mampu membangkitkan sejumlah potensi yang dimiliki bangsa ini untuk mendorong pertumbuhan sejumlah sektor prioritas pembangunan agar Visi Indonesia Emas 2045 bisa diwujudkan.
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan APBN/BKF, Kementerian Keuangan RI, Wahyu Utomo mengungkapkan, kebijakan fiskal harus bisa merealisasikan olah pikir menjadi olah rasa, sehingga angka-angka pada APBN 2024 harus bermakna terhadap peningkatan pembangunan sosial ekonomi dan menjawab sejumlah tantangan.
Menurut Wahyu, APBN itu adalah instrumen untuk mendukung berbagai agenda pembangunan. Sehingga tegas dia, APBN 2024 harus mampu meredam ketidakpastian, sekaligus akselerator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Persyaratannya, ujar Wahyu, APBN 2024 harus sehat sehingga baik fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi dapat dijalankan dengan baik.
"Kebijakan fiskal harus diselaraskan dengan siklus perekonomian, agar tidak terjadi overheating," tegas Wahyu.
Menurut Wahyu, empat tantangan utama yang dihadapi APBN 2024 adalah tensi geopolitik yang belum reda, perubahan iklim, potensi terulangnya pandemi dan digitalisasi.
Diakui Wahyu, Indonesia berpengalaman dalam menghadapi sejumlah tantangan tersebut. Nyatanya, tagas dia, di masa pandemi pertumbuhan ekonomi cukup tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi global.
Berdasarkan catatan Wahyu sejak 2015 hingga 2022, pemerintah sudah mengalokasikan Rp3.492,8 triliun untuk anggaran pendidikan dalam upaya mewujudkan SDM unggul.
Pada rentang waktu yang sama, jelas Wahyu, pemerintah juga mengalokasikan Rp2. 736,8 triliun untuk program perlindungan sosial untuk kesejahteraan. Dengan alokasi anggaran tersebut, tingkat kemiskinan dapat ditekan dari 11,25% pada 2014 menjadi 9,36% pada 2023.
"Pertumbuhan ekonomi harus diikuti peran kebijakan fiskal yang efektif," tegasnya.