BANDUNG - Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menegaskan perlu dibuat peraturan khusus yang mengatur tentang penarikan dan pendistribusian royalti musik dan lagu dari platform digital. Terlebih, di era digital seperti saat ini masyarakat bisa dengan mudah mendownload aplikasi tertentu, seperti Youtube, Spotify, atau Tiktok, untuk mendengarkan musik atau lagu serta melakukan music cover dan music streaming, kapan saja serta dimana saja, tanpa harus membayar.
"Akibatnya, masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak ekonomi dan hak moral atau royalti yang seharusnya dimiliki secara ekslusif oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Banyak masyarakat dalam mempergunakan karya lagu yang tidak memiliki tanggungjawab karena penggunaan karya cipta tersebut tidak didasari oleh dasar hukum yang kuat, yaitu berupa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta," ujar Bamsoet.
Hal tersebut disampaikan Bamsoet usai menguji disertasi dalam Ujian Sidang Terbuka Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNPAD, Isti Novianti dengan tema `Urgensi Pendirian Lembaga Managemen Kolektif Nasional (LMKN) Untuk Pengelolaan Hak Ekonomi Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait Pada Era Ekonomi Digital` di Universitas Padjadjaran Bandung, Jumat (6/10/23).
Dosen Tetap Pascasarjana Universitas Borobudur ini menjelaskan, pengelolaan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait untuk musik dan lagu yang berkeadilan pada era ekonomi digital, haruslah memberikan perlindungan bagi para pencipta, pemegang hak cipta, pemegang hak terkait dan pengguna ciptaan itu sendiri. Para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait harus bisa mendapatkan hak ekonomi mereka secara berkeadilan. Sehingga setiap karya yang dihasilkan membawa keuntungan ekonomi bagi mereka sendiri.
"Karenanya, diperlukan penguatan kewenangan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) agar dapat menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti melalui platform digital. Sekaligus menghadirkan sistem teknologi informasi terintegrasi yang dapat memberikan informasi kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait dalam pengelolaan royalti, baik dalam penarikan maupun pendistribusiannya," kata Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, LMKN lahir berdasarkan amanat UU No.28/2014 tentang hak cipta. Berwenang mengumpulkan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI dan mendistribusikannya kepada para pencipta, pemegang hak, dan pemilik hak terkait melalui lembaga manajemen kolektif (LMK).
"Sebagai turunan dari UU tersebut, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.56/2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Di dalamnya memuat tentang kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu atau musik secara komersial dan ataupun pada layanan publik," urai Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, guna meningkatkan efektivitas dalam pengelolaan royalti di era digital, Kementerian Hukum dan HAM bersama LMKM dan LMK yang ada di seluruh Indonesia untuk melakukan pembaharuan terkait infrastruktur digital yang dipergunakan untuk pengelolaan royalti pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait. Sehingga, dapat meminimalisir permasalahan yang terjadi terkait pengelolaan royalti pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait.
"Diperlukan adanya suatu sistem digital yang dapat memberikan informasi kepada pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait serta pengguna ciptaan dalam pengelolaan royalti, baik penarikan maupun pendistribusian royalti musik atau lagu. Sistem pengelolaan royalti yang dibuat secara digital akan sangat bermanfaat, karena pengelolaan royalti yang transparan dan digital akan terwujud dengan baik. Sehingga akan meminimalisir adanya sengketa pengelolaan hak royalti di kemudian hari," pungkas Bamsoet.