JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan beberapa waktu lalu.
Wahyu merupakan saksi kunci kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang menjerat mantan calon legislatif PDIP yang kini berstatus buron Harun Masiku.
"Informasi yang kami peroleh betul," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan, Kamis 28 Desember 2023.
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini belum menyampaikan detail waktu geledah berikut barang bukti yang diamankan. Ia mengaku belum mendapat informasi lengkap dari tim penyidik.
"Masih aku tanyakan dulu ya," kata Ali.
Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK memeriksa Wahyu sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku pada hari ini. Saat ini, Wahyu masih diperiksa penyidik di Gedung Merah Putih KPK.
Adapun Wahyu datang ke gedung KPK. dengan membawa amplop cokelat berisi dokumen. Wahyu sempat mengutarakan harapannya agar Harun Masiku bisa segera ditangkap dan diproses hukum.
Wahyu sendiri dinyatakan bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023 lalu. Kini, ia masih harus menjalani bimbingan di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Semarang.
"Saya sudah PB (Pembebasan Bersyarat) tanggal 6 Oktober, saya sudah menjalani tanggung jawab saya, saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan, dan saya mendapatkan PB berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Wahyu di gedung Merah Putij KPK, Jakarta.
Wahyu dijebloskan KPK ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah pada Juni 2021. Dia harus menjalani pidana badan selama tujuh tahun penjara sebagaimana putusan Mahkamah Agung Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020.
Dalam putusan di tingkat kasasi, Wahyu turut dihukum membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Hak politik Wahyu juga dicabut selama lima tahun.
Wahyu dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina, dengan menerima uang senilai total Rp600 juta terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Ia juga terbukti menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan pemilihan Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Harun harus berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap Wahyu agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.
Harun diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan. Hanya saja, KPK belum berhasil memproses hukum Harun karena yang bersangkutan melarikan diri.