JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat informasi terkait kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang menjerat mantan caleg PDIP, Harun Masiku.
Informasi itu diperoleh saat penyidik KPK menggeledah rumah mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada Selasa 12 Desember 2023.
"Benar, sebelumnya tgl 12 Desember 2023, tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di rumah saksi Wahyu S, mantan komisioner KPU di Banjarnegara, Jateng," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Kamis 28 Desember 2023.
Kendati begitu, juru bicara berlatar belakang jaksa itu tak memerinci mengenai informasi yang diperoleh tim penyidik saat menggeledah rumah Wahyu Setiawan.
Yang pasti, informasi itu yang menjadi alasan KPK memeriksa Wahyu Setiawan sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku yang masih buron sejak empat tahun lalu.
"Tim mendapatkan informasi terkait penanganan perkara dengan tersangka HM (Harun Masiku) sehingga kemudian hari ini penyidik memanggil yang bersangkutan untuk melengkapi BAP sebagai saksi perkara dimaksud," kata Ali.
Sementara itu, Wahyu datang ke gedung KPK dengan membawa amplop cokelat berisi dokumen. Wahyu sempat mengutarakan harapannya agar Harun Masiku bisa segera ditangkap dan diproses hukum.
Wahyu dinyatakan bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023 lalu. Kini, ia masih harus menjalani bimbingan di Balai Pemasyarakatan (Bapas) Semarang.
"Saya sudah PB (Pembebasan Bersyarat) tanggal 6 Oktober, saya sudah menjalani tanggung jawab saya, saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan, dan saya mendapatkan PB berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Wahyu di gedung Merah Putij KPK, Jakarta.
Wahyu dijebloskan KPK ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah pada Juni 2021. Dia harus menjalani pidana badan selama tujuh tahun penjara sebagaimana putusan Mahkamah Agung Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020.
Dalam putusan di tingkat kasasi, Wahyu turut dihukum membayar pidana denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Hak politik Wahyu juga dicabut selama lima tahun.
Wahyu dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina, dengan menerima uang senilai total Rp600 juta terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
Ia juga terbukti menerima Rp500 juta dari Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat, Rosa Muhammad Thamrin Payapo, terkait dengan pemilihan Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Harun harus berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap Wahyu agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.
Harun diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan. Hanya saja, KPK belum berhasil memproses hukum Harun karena yang bersangkutan melarikan diri.