JAKARTA - Menanggapi adanya tragedi penolakan sebagian mahasiswa dan warga di Aceh yang “menolak” pengungsi Rohingya, Wakil Ketua MPR Muhammad Hidayat Nur Wahid (HNW) menyampaikan keprihatinannya, apalagi bila dikaitkan dengan keislaman antara pengungsi dari Rohingya dan warga Aceh yang pernah merasakan kejahatan politik dan apalagi sama-sama Muslim, sudah sangat seharusnya bila tidak terjadi pengusiran ataupun penolakan.
Sekalipun demikian HNW mengatakan permasalahan berdatangannya pengungsi dari Rohingya itu memang harus disikapi secara komprehensif. “Masalah pengungsi Rohingya bukan permasalahan sederhana. Selain yang terkait dengan represi oleh rezim Myanmar, juga ada issu perdagangan orang, bahkan upaya mendiskreditkan Indonesia yang dikenal juga membela bangsa Palestina,” ujar HNW dalam keterangan tertulisnya, diterima di Jakarta, pada Sabtu (30/12).
Kedatangan manusia perahu secara bergelombang ke Indonesia menurut Politisi PKS itu memerlukan keseriusan dan kehadiran banyak pihak, tidak hanya pemerintah Aceh namun juga pemerintah pusat, ASEAN, dan dunia internasional. Bahkan akar masalahnya harus diselesaikan juga yaitu dihentikannya represi oleh pemerintah Myanmar dan diberikannya status kewarganegaraan terhadap warga Rohingya sebagaimana dahulu dijanjikan saat sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Burma yang belakangan berubah menjadi Myanmar, pada tahun 1948.
Dalam soal menyikap kedatangan manusia perahu, Ketua Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor itu mengungkap Indonesia sudah mempunyai pengalaman saat berhasil membantu/menerima ratusan ribu manusia perahu dari Vietnam sekalipun agama mereka bukan Islam. Mereka ditempatkan di Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Saat itu Indonesia didukung oleh badan PBB yang mengurusi masalah pengungsi, UNHCR. “UNHCR saat itu mendukung penuh proses penerimaan dan pembiayaan pengungsi dari Vietnam,” ujarnya.
Dari kesuksesan Indonesia dalam menangani pengungsi Vietnam, HNW menegaskan UNHCR harus dilibatkan dalam masalah pengungsi Rohingya.
Pengungsi Rohingya yang sudah mendarat di Indonesia menurut alumni Universitas Madinah, Arab Saudi, itu perlu dibantu, tapi agar tidak menimbulkan friksi dengan masyarakat, maka baiknya mereka ditempatkan di kawasan khusus, seperti di Pulau Galang atau pulau-pulau yang lain. Menempatkan di pulau-pulau yang lain menurut HNW sangat mungkin sebab Indonesia memiliki banyak pulau tanpa penghuni. “Ini dilakukan agar tidak bersinggungan dan menimbulkan permasalahan dengan warga lokal,” ujarnya.
Pengungsi Rohingya menurutnya bukan menjadikan Indonesia sebagai tujuan akhir. Mereka mencari negara-negara yang memberi suaka politik maupun kemanusiaan, seperti Australia dan Kanada.
Untuk menuju ke Australia dan Kanada, lanjut HNW, di Pulau Galang atau di pulau-pulau kosong lainnya, mereka ditampung. Di sana para pengungsi Rohingya diberdayakan bersama UNHCR maupun lembaga kemanusiaan lainnya secara manusiawi agar mereka siap melanjutkan proses mencari negara yang dituju.
”Sebagai negara pendiri ASEAN, dengan jumlah Umat Islam terbesar, wajarnya Indonesia berperan lebih aktif dan efektif, hasilkan keberpihakan bagi penyelesaian masalah Rohingya secara adil dan permanen. Untuk perdamaian dan keadilan di ASEAN,” pungkasnya.