JAKARTA– Rektor Universitas Paramadina Prof. Dr. Didik J Rachbini mengenang ekonomi senior Rizal Ramli (RR) sebagai oposisi kritis dan penjaga demokrasi sepanjang hidupnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2000-2001) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (2015-2016) yang wafat pada Selasa (2/1/2024) itu sejak muda tumbuh dalam gerakan dan ranah intelektual.
“Suatu pagi ketika Rizal Ramli masih menjabat Menteri Koordinator Perekonomian menelpon saya langsung dari kantornya hanya sekadar memberi apresiasi dan respek terhadap muatan ide di dalam tulisan saya di harian Kompas tentang utang Luar Negeri,” kenang Prof. Didik, Rabu (3/1/2024).
Dulu jaman Orde Baru, Indonesia tergantung kepada Utang Luar negeri sehingga ada sisi kurang berdaulat dan ada nuansa didekte dalam kebijakan ekonomi. “Saya sudah tidak ingat keseluruhan ide dari tulisan tersebut karena hari-hari berikutnya selalu ada saja artikel yang harus saya tulisa untuk majalah Tempo, harian Republika, Bisnis Indonesia, dan lainnya,” ujarnya.
Setelah pembicaraan utang dan macam-macam selesai, Didik berpikir, jika respon Menko Rizal baik, maka ia perlu membaca dan melanjutkan ide-ide yang ada di dalamnya. “Saya membaca kembali tulisan tersebut dan saya pikir muatannya cukup mendalam dan kritis. Dari percakapan bersifat pribadi dan persahabatan intelektual tersebut, maka saya dengan dasar sub-sub bab dari tulisan tersebut kemudian menjadi bab-bab di dalam buku yang berjudul Ekonomi Politik Utang,” kata Prof. Didik.
Berdasarkan pengalaman bersama dan komunikasi dengan Rizal Ramli yang bersifat akademik, intelektual, hingga yang bersifat pribadi, Prof. Didik mengaku memahami gejolak di dalam diri RR untuk terus mengobarkan tidak hanya hal akademik dan riset, tetapi juga gerakan yang terus menonjol dalam aktivitasnya sehari-hari.
“Pengalaman pribadi lain sejak pertengahan 1990-an, Rizal Ramli mendirikan lembaga Think Tank ECONIT yang terkenal, saya dan rekan-rekan mendirikan lembaga think Tank lain yaitu INDEF. Didirikan bersamaan pada masa Orde Baru masih sangat kuat dan monopoli kebenaran hanya ada di kelompok ekonom pemerintah,” urainya.
Menurut Didik, akhir-akhir ini yang menonjol dari RR adalah gerakan opposisi untuk melawan praktik anti demokrasi di dalam kekuasaan.
“Sepanjang hayatnya, RR tidak pernah berhenti untuk menjaga demokrasi dengan caranya dan melakukan koreksi terus-menerus bahkan ketika demokrasi remuk redam seperti sekarang ini. Check and balances di dalam demokrasi formal parlemen mati, Rizal Ramli tampil ke depan sehingga marwah demokrasi yang jatuh masih terlihat ada dinamika,” tutur Prof. Didik.
Sebagai tokoh gerakan, lanjutnya, RR memilih berada di luar dengan kapasitasnya sebagai ekonom, intelektual, yang berbicara dengan data dan fakta ekonomi politik. RR merasa tidak memerlukan baju partai karena dianggap tidak memadai untuk menjaga apalagi mendorong demokrasi. Jadi banyak orang yang tetap melihat figur RR adalah tokoh yang berpengaruh dalam menjaga demokrasi.
“Jadi RR selama hidupnya hanyut di dalam arus gerakan, yang menjadikan rumahnya markas diskusi dan sekaligus gerakan. Itu semua untuk satu tujuan kontrol terhadap demokrasi. Karena tidak hendak masuk ke alam sistem dan tetap menempatkan dirinya di luar, maka gerakannya terus-menerus dan selamanya menjadi opposisi kritis, bahkan sangat kritis,” tutup Prof. Didik.