JAKARTA, Jurnas.com – Popularitas calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menjadi yang paling tinggi di mata netizen berkat debat Capres ke-3 yang telah berlangsung pada Minggu (7/1/2024).
Demikian hasil analisis Continuum INDEF yang dipublis dalam diskusi online dengan tema “Mengurai Gagasan Capres Tentang Geopolitik dan Pertahanan : Analisis Respon Masyarakat Pasca Debat ke 3 Pilpres,” di Jakarta, Senin (8/1/2024).
“Calon presiden dari Paslon 01 Anies Rasyid Baswedan dicatat sebagai paslon yang paling populer dan mendominasi percakapan media sosial,” kata Data Analyst Continuum INDEF, Maisie Sagita.
Berdasarkan tiga platform media sosial yang dianalisi Continuum INDEF, yaitu Twitter, Youtube dan Tiktok, popularitas Anies Baswedan mendapat 42,3 %, disusul oleh Prabowo Subianto dengan 36,2%, dan Ganjar Pranowo dengan 21,5%.
Meskipun demikan, menurut Maisie, menjadi capres paling populer dalam percakapan media sosial bukan berarti paling banyak pula mendapat Positivity Rate dari netizen. Capres Ganjar Pranowo dari capres 03 mendapatkan posivity rate paling tinggi oleh netizen, yakni sebesar 83,63%. Sementara Prabowo Subianto di posisi kedua dengan 64,51% dan Anies R Baswedan sendiri mendapat 64,47%.
Sungguhpun demikian, lanjutnya, netizen masih mengakui Anis Rasyid Baswedan memang pintar, yakni 67,94% responden. “Anies dinilai publik sebagai sosok yang mencerahkan. Anies juga dinilai sebagai sosok yang cerdas dan mampu membawa Indonesia menuju perubahan,” ujarnya.
“Sementara Ganjar Prabowo juga dinilai netizen sebagai capres yang menguasai materi debat, dilihat dari jawabannya yang cerdas serta sangat menguasai materi,” imbuh Maisie.
Sedangkan Prabowo Subianto dinilai terlalu emosian oleh 48,76% netizen. Bicara tanpa data (25,54%) dan menyerang pribadi (10,38%). Selain itu, beberapa kali Prabowo membahas data dari paslon lain yang kurang tepat, dari ketika diminta menyampaikan data justru dinilai banyak alasan.
“Warganet juga menilai jawaban dari Prabowo kurang menjawab pertanyaan,” kata Maisie.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Center of Digital Economy and SME’s INDEF, Eisha M Rachbini, PhD menyoroti anggaran Pertahanan Nasional yang menurut Paslon 01 dan 03 anggaran dari Pertahanan nasional masih cukup kurang untuk saat ini.
“Ganjar Pranowo menyatakan idealnya anggaran pertahanan keamanan nasional berkisar 1-2% dari PDB, sementara Anies R Baswedan menyatakan minimal 1,5% dari PDB. Anggaran Pertahanan yang disampaikan kini hanya berkisar 0,77% dari total PDB,” kata Eisha.
Eisha juga menyoroti pernyataan Paslon No 02 Prabowo Subianto yang lebih menekankan bagaimana posisi Indonesia supaya kuat secara pertahanan nasional dan ranah global yang lebih melihat agar bagaimana Indonesia sebagai bangsa mempunyai ekonomi yang kuat terlebih dahulu dengan hilirisasi, nilai tambah dari sumber daya, SDM, sehingga bisa dipandang sebagai negara yang mampu dan memiliki citra yang baik dan diikuti oleh negara-negara lain.
Sementara capres Ganjar Pranowo menilai Indonesia harus lebih dulu menguatkan industri pertahanan dalam negeri (alutsista) sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7%. Caranya antara lain dengan meningkatkan anggaran pertahanan sampai 2%.
“Sementara Anies Baswedan lebih melihat Indonesia harus menjadi leader di kawasan, memiliki peran aktif, sehingga Indonesia dapat membawa missi ke luar dan diikuti oleh negara lain,” katanya.
Wakil Direktur INDEF Eko Listyanto menyoroti anggaran pertahanan yang meningkat, seiring dengan semakin disadarinya geopolitical risk terutama dengan perang Rusia vs Ukraine dan Israel vs Palestina, yang tentu sebagai negara berdaulat Indonesia memang punya alat-alat pertahanan yang juga cukup.
“Namun jika dilihat dari segi urgensinya, apakah harus mengakselerasi sampai mencari utangan untuk alutsista dirasakan tidak harus se akseleratif itu. Pola-pola yang lain masih bisa dilakukan misalnya kerjasama dengan negara-negara ASEAN, untuk bisa memastikan anggaran negara bisa lebih terdistribusi lebih kepada yang mempunyai dampak langsung ke masyarakat, misalnya untuk kesejahteraan polisi dan TNI kita,” ujar Eko.
Menurut Eko, dalam situasi sekarang, berutang untuk alutsista adalah hal yang tidak wajar. “Munculnya indeks pertahanan keamanan yang secara keseluruhan turun, menggambarkan perlunya pembenahan lebih dulu dalam banyak aspek sektor pertahanan keamanan,” kata Eko.