JAKARTA - Isu mundurnya 15 menteri kabinet Indonesia Maju ditengarai telah menjadi wacana serius dan menjadi bola liar pasca pemaksaan Gibran Rakabuming menjadi calon wakil presiden 2024.
Analisis ini disampaikan oleh Profesor Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Merah Putih kepada media di Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Sutoyo menegaskan kondisi istana saat ini tengah goyah dan dilanda ketidakpastian. Suasana ini tampak nyata dari wajah-wajah para menteri usai rapat kabinet Jumat (19/01/2024) di Istana Negara.
Sri Mulyani misalnya, sosok yang diisukan akan menarik diri dari kabinet, tak secara tegas menjawab pertanyaan wartawan. Bahkan ketika didesak soal perseteruan dengan Prabowo Subianto, menteri ekonomi terbaik di dunia itu hanya melempar senyum.
Sutoyo Abadi menegaskan isu mundurnya para menteri sangat terkait dengan arah politik Jokowi dalam Pilpres 2024 dengan politik dinasti.
Sutoyo melihat hal iti terlalu vulgar dipertontonkan, sehingga berpotensi mengancam stabilitas kabinet.
Dengan beban utang negara yang sangat besar Menkeu Sri Mulyani memiliki tanggung jawab dan resiko yang sangat besar. Maka ia saat ini sedang menimbang-nimbang apakah akan mundur atau tunggu momen yang tepat.
"Ini waktu yang tepat bagi Sri Mulyani dan menteri lainnya agar segera mundur," katanya.
Menurut Sutoyo, mundur ramai-ramai seperti era Soeharto akan efektif.
"Lebih cepat mundur dari kabinet itu lebih baik," kata Sutoyo.
Sutoyo menilai apa yang dilakukan ekonom senior Faisal Basri yang menyarankan menteri menteri berbasis teknokrat mundur, adalah ide yang menarik. Apalagi jika ditambah menteri dari PDIP, Nasdem, PKB, PPP segera mundur
"Faisal memiliki pandangan politik yang cerdik dan rasional," kata Sutoyo.
Wacana mundurnya menteri Jokowi pertama dimunculkan oleh ekonom Faisal Basri. Faisal lebih menekankan bahwa yang disarankan mundur adalah menteri yang tergolong teknokrat yang memiliki standar nilai etika tidak tertulis.
"Jadi kalau dia diminta oleh atasannya yang akhirnya melanggar aturan, dia gak bisa. Dia lebih baik mundur," papar Faisal.
Moralitas seperti itu, kata Faisal terjadi di mana-mana di dunia ini. Ia mencontohkan kejadian di negara lain.
"Di Israel menteri yang tidak setuju dengan kebijakan perang Netanyahu, dia mundur. Di Amerika juga begitu, high ranking official yang tidak setuju dengan kebijakan, dia mundur, karena ini nilai ada standar keilmuan," tegasnya.
Di Indonesia, kata Faisal, standar ini sudah dilewati, bahkan sudah melewati batas.
"Ada ketidaknyamanan para menteri itu karena pelanggaran terus menerus. Kalau pelanggaran itu sekali dua kali, bisa dimaafkan," paparnya.
Faisal juga bercerita bahwa ia mengobrol dengan para petinggi partai, muncullah nama, yang paling siap mundur adalah Ibu Sri Mulyani.
Apa yang dilakukan Faisal Basri agar menteri-menteri dari kalangan profesional mundur semata mata untuk menjaga integritas sebagai intelektual.
Dari cerita Faisal, kata Sutoyo bisa dibayangkan betapa seluruh energi bangsa dieksploitasi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
"Maka sangat masuk akal orang serasional Sri Mulyani resah dan gelisah di tengah kabinet yang pecah." pungkasnya.