JAKARTA - Penelitian baru menunjukkan bahwa ada hubungan antara episode kemarahan akut dan peningkatan risiko serangan jantung, menurut penelitian dari Journal of American Heart Association.
Temuan AHA pada Rabu (1/5/2024), merupakan hasil studi para peneliti di Columbia University Irving Medical Center, Yale School of Medicine, St. John`s University di New York, dan institusi lainnya.
Para peneliti mengundang 280 orang dewasa sehat dan mengacak mereka menjadi empat kelompok untuk mengingat peristiwa yang membuat mereka marah, sedih, atau cemas.
Kelompok kontrol juga berulang kali menghitung dengan suara keras dari 1 hingga 100 selama delapan menit dan mempertahankan keadaan emosi netral.
Sampel darah anggota kelompok dan pengukuran aliran darah serta tekanan diuji sebelum dan sesudah penelitian.
Sebagai hasil penelitian, kemampuan melebarkan pembuluh darah peserta kelompok marah berkurang secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu, bagi kelompok kesedihan dan kecemasan, pelebaran pembuluh darah mereka tidak terpengaruh.
Pelebaran dan kontraksi dapat menyebabkan pembuluh darah menambah atau mengurangi aliran darah di bagian tubuh yang diperlukan. Dampak negatif apa pun pada pelebaran pembuluh darah bisa menandakan aterosklerosis.
Aterosklerosis adalah “pengerasan arteri akibat plak [lemak, kolesterol, dan zat lain] yang menumpuk secara bertahap di dalamnya,” dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, penyakit jantung koroner, atau gangguan ginjal, menurut Klinik Cleveland.
Profesor Fakultas Kedokteran David Geffen UCLA, Dr. Holly Middlekauff, menyarankan para dokter memberitahu pasien mereka yang menderita penyakit jantung dan manajemen amarah untuk melakukan olahraga, termasuk yoga, serta terapi perilaku kognitif.
Middlekauff tidak terlibat dalam penelitian ini namun mengatakan kepada NBC News: “Tidak diketahui atau diterima secara luas bahwa kemarahan memang memicu serangan jantung.”
Para peneliti berhipotesis bahwa beberapa faktor mungkin berkontribusi terhadap hubungan ini, termasuk peningkatan peradangan dan aktivasi sistem saraf otonom serta perubahan yang disebabkan oleh hormon stres. (*)