JAKARTA - Serangan Israel terhadap sebuah rumah di kamp pengungsi Jabalia yang melindungi warga Palestina yang mengungsi telah menewaskan sedikitnya 32 orang, termasuk 13 anak-anak.
Sementara kelompok-kelompok hak asasi manusia memperingatkan tentang "situasi yang sangat serius" di Gaza utara di tengah pengepungan militer yang berlangsung selama berminggu-minggu.
"Kami kini memiliki laporan yang terkonfirmasi bahwa semua orang di rumah itu tewas. Beberapa jenazah terakhir telah dikeluarkan dari bawah reruntuhan dalam beberapa jam terakhir," kata Hani Mahmoud dikutip dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah, seraya menambahkan bahwa serangan itu terjadi pada pukul 6 pagi.
Mahmoud mengatakan serangan itu terjadi "tiba-tiba dan tanpa peringatan sebelumnya".
Menurut seorang saksi, rumah itu penuh dengan wanita dan anak-anak yang mengungsi dari berbagai wilayah di Gaza utara dan berakhir di gedung ini.
"Ini bukan tentang melucuti senjata kelompok tertentu, tetapi tentang penghancuran sistematis seluruh wilayah dan mengubahnya menjadi tanah tandus," kata koresponden mengacu pada penghancuran luas di Gaza utara akibat pemboman Israel yang tiada henti dan pengepungan militer yang diberlakukan pada tanggal 6 Oktober.
Dalam serangan terpisah di Kota Gaza, serangan udara Israel terhadap sebuah rumah di lingkungan Sabra menewaskan Wael al-Khour, seorang pejabat di Kementerian Kesejahteraan, dan tujuh anggota keluarganya lainnya, termasuk istri dan anak-anaknya, kata petugas medis dan kerabat.
Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan lebih dari 50 orang tewas secara total dan 164 orang terluka dalam tiga serangan di Gaza pada hari Minggu.
Israel telah membunuh lebih dari 43.000 warga Palestina sejak melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan lebih dari 1.100 orang dan sekitar 250 lainnya ditawan.
Kantor hak asasi manusia PBB (OHCHR) mengatakan pada hari Jumat bahwa perempuan dan anak-anak merupakan hampir 70 persen dari ribuan kematian warga Palestina yang berhasil diverifikasi.
Pengepungan militer selama berminggu-minggu
Selama 36 hari terakhir, pasukan Israel telah mengepung wilayah Gaza utara, termasuk Jabalia dan Beit Lahiya, yang menghambat masuknya pasokan kemanusiaan yang sudah langka.
Mahmoud Alsaqqa, pimpinan keamanan pangan dan mata pencaharian OXFAM di Gaza, mengatakan "situasi yang sangat serius" di Jalur Gaza semakin memburuk.
Hal ini terjadi setelah peringatan dari Komite Pakar Global bahwa kelaparan akan segera terjadi di Gaza utara dan tindakan harus diambil dalam beberapa hari untuk mencegah bencana.
"Mereka yang tinggal di Gaza utara tidak memiliki kebutuhan pokok untuk bertahan hidup," kata Alsaqqa kepada Al Jazeera dari Deir el-Balah, karena tidak ada bantuan atau pasokan makanan yang masuk ke wilayah utara selama lebih dari sebulan kecuali sejumlah kecil pasokan medis.
“Rata-rata truk yang masuk sekarang di bawah 50 truk. Dulu kita punya 500 truk per hari (sebelum 7 Oktober 2023), jadi bisa dibayangkan besarnya kebutuhan masyarakat dibandingkan dengan yang masuk,” katanya.
Bersamaan dengan meningkatnya pengeboman, tentara Israel telah mengeluarkan gelombang baru perintah pemindahan paksa bagi penduduk di utara, yang menyebabkan banyak orang mengungsi di dalam wilayah utara.
Namun, banyak yang menolak untuk pergi meskipun kondisi kemanusiaan yang buruk dan penembakan yang terjadi hampir setiap hari. Banyak dari mereka mengatakan bahwa mereka takut meninggalkan daerah itu karena risiko diserang oleh tentara Israel.
Surat kabar Israel Haaretz menuduh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan militer “melakukan operasi pembersihan etnis di Jalur Gaza utara”.
“Beberapa warga Palestina yang tersisa di daerah tersebut dievakuasi secara paksa, rumah dan infrastruktur telah dihancurkan, dan jalan lebar di daerah tersebut sedang dibangun dan merampungkan pemisahan masyarakat di Jalur utara dari pusat Kota Gaza,” tulisnya dalam tajuk rencana.
Hingga 4 November, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperkirakan sekitar 100.000 orang telah mengungsi selama empat minggu dari wilayah Gaza Utara ke Kota Gaza.
Hingga 95.000 orang masih tinggal di Gaza Utara, kata OCHA.
Militer Israel mengatakan ingin mencegah berkumpulnya kembali pejuang Hamas di sana. Namun, depopulasi di bagian utara daerah kantong itu dan kerusakan yang meluas telah memicu kekhawatiran akan kejahatan perang.
Pada hari Kamis, militer Israel berusaha menjauhkan diri dari komentar yang dibuat minggu lalu oleh seorang komandan Israel, yang mengatakan Israel semakin dekat dengan "evakuasi lengkap" di wilayah utara dan bahwa penduduk dari sana tidak akan diizinkan kembali setelah pertempuran berakhir. (*)