JAKARTA - Santet merupakan salah satu bentuk ilmu hitam yang dikenal luas di Indonesia. Praktik ini melibatkan penggunaan kekuatan gaib untuk menyakiti, mengganggu, atau memengaruhi seseorang dari jarak jauh.
Meskipun santet sering kali dianggap sebagai takhayul atau mitos, banyak orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan dan daerah yang kuat akan tradisi mistis, masih mempercayai keberadaannya. Sejarah santet di Indonesia memiliki akar panjang yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti budaya, tradisi, dan agama.
Akar Sejarah dan Asal-Usul Santet
Praktik santet diyakini telah ada sejak masa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara, seperti di era Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, dan kerajaan-kerajaan di Bali serta Jawa.
Pada masa itu, ilmu gaib dianggap sebagai bagian dari keahlian khusus yang dimiliki oleh orang-orang tertentu, seperti dukun, paranormal, atau tabib kerajaan. Mereka dipercaya dapat menguasai ilmu supranatural untuk melindungi atau melawan musuh.
Pengaruh Budaya dan Tradisi
Budaya Indonesia yang kaya akan tradisi dan kearifan lokal turut memperkuat munculnya kepercayaan terhadap santet. Di beberapa daerah, praktik ilmu hitam digunakan sebagai cara untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai melalui cara biasa.
Setiap daerah di Indonesia memiliki istilah dan metode santet yang berbeda, tetapi secara umum tujuannya sama, yaitu untuk menyakiti atau membalas dendam kepada seseorang.
Di Jawa, misalnya, ilmu santet dianggap sebagai bagian dari ilmu kebatinan, yang dipercaya bisa digunakan untuk melindungi diri sekaligus menyerang. Beberapa dukun bahkan disebut memiliki “ajian” atau mantra khusus yang diyakini bisa digunakan untuk mengirim santet.
Sementara itu, di Bali, konsep ilmu hitam dikenal dengan istilah “leak.” Leak memiliki karakteristik serupa dengan santet, di mana kekuatan gaib digunakan untuk menyakiti atau mengganggu seseorang, terutama di malam hari.
Santet sebagai Respons Terhadap Konflik Sosial
Dalam sejarahnya, santet sering kali muncul sebagai respons terhadap konflik sosial atau persaingan di antara masyarakat. Ketika terjadi ketegangan atau ketidakpuasan yang tidak bisa diungkapkan secara langsung, beberapa individu mencari cara alternatif untuk melampiaskan amarah atau dendam, dan salah satunya adalah dengan santet.
Hal ini sangat umum terjadi di masyarakat pedesaan atau komunitas kecil, di mana interaksi sosial antarindividu sangat dekat, dan konflik yang muncul sering kali sulit diselesaikan dengan cara konvensional.
Misalnya, dalam masalah persaingan ekonomi atau masalah cinta, orang yang merasa tersaingi atau terluka sering kali menggunakan bantuan dukun untuk mengirimkan santet kepada lawan mereka.
Santet pun sering dikaitkan dengan isu kecemburuan atau ketidakpuasan terhadap seseorang, terutama dalam kasus di mana permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan secara langsung. Dengan kata lain, santet menjadi jalan pintas bagi individu untuk “membalas dendam” tanpa harus menghadapi pihak yang bersangkutan secara langsung.
Kasus Santet di Era Modern
Pada tahun 1998-1999, terjadi pembunuhan massal di Banyuwangi, Jawa Timur, yang dikenal sebagai "pembantaian dukun santet." Sejumlah orang yang dituduh sebagai dukun santet dibunuh oleh masyarakat yang percaya bahwa mereka menggunakan ilmu hitam untuk mencelakai orang lain.
Peristiwa ini menggambarkan betapa kuatnya kepercayaan pada santet di beberapa daerah dan menunjukkan dampak sosial dari kepercayaan terhadap ilmu gaib.
Selain itu, di era modern ini, masih ada wacana tentang mengatur santet dalam hukum Indonesia. Pada tahun 2013, sempat ada wacana memasukkan santet dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai tindak pidana.