Katakini.com - Barongsai merupakan salah satu simbol budaya Tionghoa yang sangat ikonis, terutama saat perayaan Imlek. Tarian tradisional yang melibatkan penari dengan kostum berbentuk singa ini tidak hanya menghibur tetapi juga memiliki makna yang mendalam dalam budaya Tionghoa.
Barongsai melambangkan keberuntungan, keberanian, dan kebahagiaan. Kehadirannya dalam perayaan Imlek diyakini dapat mengusir energi buruk dan membawa keberkahan. Namun, bagaimana sejarah barongsai berkembang, dan apa sebenarnya representasi dari tarian ini? Berikut ulasannya.
Barongsai memiliki akar sejarah yang sangat panjang, diperkirakan sudah ada sejak lebih dari 1.500 tahun yang lalu pada masa Dinasti Han (206 SM–220 M). Dalam sejarah Tiongkok, singa bukanlah hewan asli wilayah tersebut, tetapi diperkenalkan melalui jalur perdagangan dari Asia Selatan dan Asia Barat. Singa dianggap sebagai simbol kekuatan dan perlindungan. Oleh karena itu, seni pertunjukan barongsai mulai diciptakan untuk menggambarkan keberanian dan mengusir roh jahat.
Menurut legenda, tarian barongsai diciptakan untuk mengusir makhluk mitos bernama Nian, yang sering menyerang desa-desa pada malam tahun baru. Nian takut pada suara keras, warna merah, dan cahaya terang. Tarian barongsai yang menggunakan warna merah mencolok, gerakan dinamis, dan bunyi-bunyian dari tambur, simbal, serta gong menjadi simbol keberanian untuk melindungi desa dari roh jahat. Sejak saat itu, barongsai menjadi bagian penting dalam tradisi perayaan Imlek.
Barongsai berkembang menjadi dua gaya utama, yaitu gaya Utara dan gaya Selatan. Gaya Utara lebih mengutamakan akrobatik dan gerakan anggun, sering digunakan dalam upacara kerajaan. Sementara itu, gaya Selatan lebih ekspresif dengan fokus pada gerakan kepala dan tubuh yang meniru gerakan singa. Gaya Selatan inilah yang lebih sering terlihat dalam perayaan Imlek di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Sementara itu, di Indonesia, barongsai telah menjadi bagian penting dalam perayaan Imlek, terutama setelah Imlek kembali diakui sebagai hari libur nasional pada tahun 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Barongsai tidak hanya tampil di lingkungan masyarakat Tionghoa, tetapi juga di berbagai tempat umum sebagai bagian dari perayaan multikultural. Seni barongsai di Indonesia bahkan telah melahirkan komunitas dan kelompok seni yang terus melestarikan tradisi ini.
Dalam budaya Tionghoa, barongsai melambangkan keberuntungan, kemakmuran, dan perlindungan dari kejahatan. Kepala singa yang besar dan ekspresif mewakili kekuatan, sementara gerakan tarian yang dinamis melambangkan keberanian dan semangat hidup. Barongsai juga dipercaya membawa energi positif ke tempat-tempat di mana ia ditampilkan, sehingga sering diundang untuk meresmikan usaha baru atau acara penting.
Barongsai biasanya memiliki warna cerah seperti merah, kuning, dan hijau, yang masing-masing memiliki arti simbolis. Merah melambangkan keberuntungan, kuning mewakili kekayaan dan kebangsawanan, sementara hijau melambangkan keharmonisan dan ketenangan. Musik pengiring barongsai, seperti tambur dan gong, tidak hanya berfungsi sebagai latar suara tetapi juga dipercaya untuk mengusir roh jahat dengan suaranya yang keras dan ritmis.