JAKARTA - Jelang Ramadan banyak orang mulai mempersiapkan diri untuk menyambut bulan yang penuh berkah ini. Ada baiknya kita mengetahui sejarah ringkas dari pensyariatan puasa Ramadan guna mengokohkan keimanan dan menambah wawasan dengan menelaah puasanya umat sebelum islam.
Nuansa kehangatan dari bulan yang penuh berkah ini dapat kita lihat pengaruhnya pada wajah-wajah berseri yang sedang mengantri di beberapa tempat penjual makanan dan minuman pada sore hari guna membeli hidangan yang akan disantap saat berbuaka puasa nanti. Begitulah Ramadan, keberkahannya meliputi alam semesta.
Puasa di bulan Ramadan bukan hanya untuk menahan lapar, dahaga dan nafsu saja, namun dapat kita maksimalkan amalan-amalan baik lainnya, salah satunya dengan memahami tentang puasa itu sendiri bagi umat muslim.
Syariat puasa bagi umat islam melalui tiga tahapan puasa, yaitu :
Tahapan pertama, Hukum puasa Ramadan adalah wajib, Ini dapat diketahui dari QS. Al Baqarah ayat 183 :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Puasa itu wajib, tetapi masih diberikan pilihan dengan membolehkan untuk membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin. Ini dapat diketahui dari QS. Al Baqarah ayat 184 :
“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin”
Bukan itu saja, dalam ayat yang sama ini pula dapat diketahui adanya syariat puasa umat sebelum islam, yang dimaksud adalah ahli kitab yaitu Nashrani. Di masa awal Islam, jika seseorang sudah tidur di malam hari, maka ia sudah mulai tanpa dibolehkan makan sahur lagi setelah itu. Ini semisal dengan puasanya Nashrani.
Dalam Musnad Imam Ahmad terdapat hadits Rasulullah dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, yang intinya periode puasa, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau puasa setiap bulannya tiga hari. Kemudian beliau menambah puasa dari Rabi’ul Awwal sampai Ramadhan, sebanyak tiga hari setiap bulannya. Kemudian beliau juga puasa Asyura (sepuluh Muharram). Kemudian Allah mewajibkan puasa dengan menurunkan Surah Al-Baqarah ayat 183-184.
Tahapan kedua, Puasa menjadi wajib bagi yang mampu berpuasa. Maka diwajibkan puasa bagi yang muslim, sehat, dan diberikan keringanan bagi orang sakit dan musafir. Sedangkan untuk yang sudah berusia lanjut yang tidak sanggup lagi untuk berpuasa, maka dikenakan fidyah dengan memberi makan pada orang miskin.
Diceritakan bahwa ada seseorang bernama Shirmah, siang hari ia bekerja hingga petang. Kemudian ia mendatangi keluarganya, lalu ia salat Isya, kemudian langsung tertidur dan tidak sempat makan maupun minum hingga datang Subuh, maka ia dari tertidur tadi sudah dalam keadaan berpuasa. Lantas di pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya yang sudah dalam keadaan sangat letih.
Tahapan ketiga, Puasa wajib mulai dari terbit fajar subuh hingga tenggelam matahari, serta disunahkan makan sahur. Mengenai batasan dimulainya puasa atau batas waktu sahur, Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran :
Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Te-tapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa (QS Al-Baqarah:187)
Dari Amr bin `Ash radhiyallahu `anhu, Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.” (HR. Muslim).
Demikianlah sejarah ringkas tahapan pensyariatan puasa Ramadan. Semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba-Nya yang bertakwa dan dapat istiqomah melaksanakan berbagai amal kebaikan di bulan yang berkah ini. (Kontributor : Dicky Dewata)