JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Ketua Indonesia Korea Network serta Penasihat Kebijakan Ekonomi Provinsi Gyeongsangbuk Do Korea Bambang Soesatyo (Bamsoet) menekankan walaupun Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024, namun kondusifitas bangsa tetap akan terpelihara dengan baik. Sehingga investor, khususnya dari Korea, tidak perlu khawatir. Terlebih memasuki perjalanan 50 Tahun Hubungan Diplomatik Korea-Indonesia, masih banyak potensi kerjasama yang dapat ditingkatkan pada berbagai bidang.
Misalnya pada sektor otomotif, mengingat pengembangan kendaraan listrik dan ekosistemnya telah menjadi tren global. Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran penting dalam pembangunan industri baterai kendaraan listrik. Sepanjang periode 2019 hingga 2023, untuk sektor di luar minyak, gas dan keuangan, realisasi investasi Korea di Indonesia yang paling besar sekitar 20 persen, adalah pada industri otomotif.
"Diperlihatkan oleh konsorsium Hyundai yang menjalin kerja sama dengan PT Industri Baterai Indonesia untuk membangun pabrik sel baterai kendaraan listrik dengan nilai investasi sekitar 1,1 miliar US dollar. Serta pembangunan pabrik baterai mobil listrik konsorsium LG Energy Solution senilai 9,8 miliar US dollar US di kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Ada juga kerjasama PT Tae Hang Indonesia sebagai bagian dari Taehwa Enterprise Co Ltd Korea dengan PT BDER Ventures Indonesia, untuk mengembangkan, memproduksi, dan menjual sepeda motor listrik produksi Indonesia, E-MOA (Elektrik Motor Aku)," ujar Bamsoet dalam Forum Kerjasama Ekonomi Korea Indonesia, Together for The Future K-Wave and I-Wave, diselenggarakan Herald Media Group Korea, dalam rangka Memperingati 50 Tahun Hubungan Diplomatik Korea Indonesia, di Jakarta, Kamis (30/11/23).
Bamsoet menjelaskan, kerjasama Korea Indonesia juga bisa dikembangkan di sektor pendidikan. Antara lain melalui pertukaran pelajar, penelitian, serta pengembangan riset dan teknologi. Sebagaimana telah dilakukan oleh Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) dengan berbagai kampus di Korea seperti Yeungnam University dan Keimyung University.
Kerjasama bilateral Korea Indonesia juga dapat dioptimalkan pada sektor privat dan bisnis, utamanya pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi pilar pokok perekonomian di Indonesia. UMKM mampu memberikan kontribusi sebesar 61,9 persen terhadap produk domestik bruto, serta serapan tenaga kerja sekitar 97 persen dari total tenaga kerja.
"Indonesia juga dapat belajar dari Korea yang telah sukses mengangkat budaya pop Korea ke level yang lebih tinggi, yang dikolaborasikan dengan industri ekonomi kreatif, sebagai komoditas yang sukses menjadi fenomena global," jelas Bamsoet.
Bamsoet optimis dengan prospek kerjasama bilateral antara Korea dan Indonesia. Mengingat di tengah kelesuan perekonomian global, Indonesia tetap konsisten dengan pertumbuhan ekonomi yang positif, dengan proyeksi pertumbuhan pada kisaran 4,5 hingga 5,3 persen.
"Terlebih dengan diberlakukannya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea (Indonesia Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement), yang di Indonesia juga telah disahkan menjadi UU No.25/22, diharapkan arus perdagangan dan investasi antar Indonesia dengan Korea dapat terus ditingkatkan," ujarnya.